Peningkatan Kemampuan Memahami Unsur Intrinsik Cerpen Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas IX-B Semester Gasal SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pengajaran sastra merupakan salah satu aspek dari pengajaran bahasa Indonesia di sekolah yang memberikan andil sangat besar untuk membentuk kepribadian siswa. Manusia yang memiliki intelegensi tinggi tanpa diimbangi dengan sikap dan kepribadian yang mantap, ibarat pohon tanpa buah. Dengan demikian sudah seyogyanya pengajaran bahasa Indonesia terutama menyangkut apresiasi sastra perlu mendapat perhatian yang khusus dan serius.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pengajaran sastra merupakan bagian takterpisahkan dari pengajaran bahasa Indonesia. Jadi, antara pengajaran sastra dengan pengajaran bahasa Indonesia mempunyai hubungan yang erat. Keeratan hubungan tersebut merupakan kelanjutan dari eratnya hubungan antara bahasa dan sastra. Sastra pada hakikatnya merupakan kegiatan berbahasa dengan unsur estetika  sebagai faktor utamanya, sehingga sastra bisa disebut dengan seni bahasa.
Begitu pula halnya dengan seorang sastrawan, yang diolah adalah bahasa. Melalui keterampilan dan penguasaan bahasanya, sastrawan mampu mengolah dan meggarap bahasa menjadi cipta sastra yang indah misalnya, certita rekaan yaitu cerpen. Dengan demikian melalui pengajaran sastra, kita bisa memperoleh pengetahuan, mengetahui, menghayati, dan menggunakan bahasa dari segi estetika, di samping unsur-unsur lain yang berhubungan dengan cipta sastra  itu sendiri.
Pembelajaran sastra khususnya kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen mengandung arti adanya konsep pengenalan dan pemahaman terhadap cerpen. Pemahaman siswa pada cerpen dapat ditumbuhkan dengan jalan pengenalan cerpen lewat keterlibatan siswa secara terus-menerus efektif dan kreatif terhadap suatu kegiatan sastra. Kegiatan memahami sastra (khususnya cerpen) berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran dan daya imajinasi serta kepekaan terhadap fenomena masyarakat, budaya dan lingkungan hidup.
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah untuk menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (BNSP, 2006: 110). Terkait dengan hal tersebut, pembelajaran materi pelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdiri atas: (1) mengapresiasi dongeng, (2) mengapresiasi cerita anak, (3) mengapresiasi pantun, (4) mengapresiasi puisi, (5) mengapresiasi, (6) mengapresiasi drama, (7) mengapresiasi novel, (8) dan mengapresiasi syair.
Pembelajaran bahasa tentang kemampuan memahami cerpen di sekolah  sangat perlu diketahui karena, daya penafsiran, pemahaman dan penghayatan dapat mempengaruhi tingkat komunikasi dengan orang. Cerpen dengan kandungan konsep kebahasaan yang singkat, dan memiliki makna yang jelas maka dengan pengenalan dan pemahaman terhadap cerpen dapat meningkatkan daya apresiasi siswa sehingga dapat mengungkapkan makna yang tersirat dalam cerpen tersebut. Untuk itu perlu diadakan atau ditemukan cara pembelajaran dan menafsirkan cerpen serta membaca yang tepat. Dengan model pembelajaran cerpen yang efektif terhadap tingkat perkembangan dan kemampuan siswa nantinya akan tumbuh pengembangan perasaan yaitu keterampilan menjiwai karakter dan substansi dari ungkapan orang lain yang sesungguhnya. Demikian sesungguhnya bahwa, kehadiran karya sastra  khususnya cerpen  sebagai salah satu karya seni, bukan hanya untuk dipahami atau dihafalkan tetapi sebaiknya kehadiran karya sastra ini betul-betul dapat dihayati, dan dapat dinikmati sepuas-puasnya. "Ia memberikan kesantaian pada ketegangan psikis dan emosi, membangkitkan daya kreasi dan memberikan keindahan estetis".
Cerpen merupakan salah satu bagian dari sastra yang memberikan gambaran tentang visi kehidupan manusia sekaligus merupakan bahan untuk mengetahui keadaan suatu masyarakat. Di samping itu cerpen menjadi pusat perhatian pada  bagian tertentu dari kehidupan manusia yang dianggap penting oleh pengarangnya, atau dengan kata lain bahwa cerpen mengungkapkan tabir kehidupan. 
Pada kenyataannya ada asumsi bahwa pengajaran sastra khususnya memahami unsur intrinsik cerpen tidak atau belum pernah mengantarkan siswa kepada penghayatan yang sewajarnya terhadap sastra itu sendiri. Tidak dapat disangkal bahwa pemahaman tentang sastra khususnya unsur intrinsik cerpen  di kalangan para siswa, masih merupakan masalah yang cukup rumit. Dikatakan demikian, karena dalam kenyataannya pembelajaran sastra khususnya memahami unsur intrinsik cerpen belum dapat sepenuhnya dilakukan di sekolah-sekolah. Dengan demikian, betapa pentingnya suatu strategi pembelajaran yang perlu diterapkan oleh seorang guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. 
Sesuai dengan hasil pencermatan terhadap Standar Isi didapatkan data bahwa kegiatan mengapresiasi cerpen secara reseptif pada kelas IX semester gasal terbagi atas dua Kompetensi Dasar (KD). KD-KD tersebut adalah sebagai berikut. KD 7.1 Menemukan tema, latar, penokohan pada cerpen-cerpen dalam satu buku kumpulan cerpen; dan KD 7.2 Menganalisis nilai-nilai kehidupan pada cerpen-cerpen dalam satu buku kumpulan cerpen.
Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti, ternyata pembelajaran sastra khususnya memahami unsur intrinsik cerpen belum mendapatkan perhatian khusus di hati siswa. Ini terlihat jelas pada buku daftar nilai siswa, nilai rata-rata siswa dalam memahami unsur intrinsik cerpen masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 75. Nilai rata-rata kemampuan memahami unsur intrik cerpen siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti sebesar 65,50. Siswa mencapai KKM sebanyak 9 orang (45%), sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 11 orang (55%).
Di samping itu pula, aktivitas belajar siswa ketika guru membahas tentang materi cerpen masih pasif, dan tidak menggairahkan. Banyak siswa mengeluh merasa bosan, malas, tidak semangat, karena dalam proses pembelajaran guru cenderung menggunakan metode ceramah sehingga dirasakan monotun dan kurang variatif. Siswa masih kebingungan mana yang dimaksud dengan plot, setting, alur, dan lain sebagainya. Bahkan siswa banyak tidak dapat menceritakan kembali isi cerpen yang telah dibacanya. Dari kenyataan itu, guru hendaknya dapat memotivasi siswa untuk lebih sering membaca dan memilih strategi yang tepat agar pemahaman siswa tentang unsur itrinsik cerpen dapat ditingkatkan.
Berdasarkan fenomena yang ada di kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti tersebut, guru sebagai peneliti bermaksud menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai salah satu solusi pemecahan masalah rendahnya kemampuan mengapresiasi unsur intriksik cerpen. Pembelajaran kooperatif tipe/teknik Jigsaw adalah teknik pembelajaran yang berupa permainan antar kelompok, serupa dengan pertukaran kelompok dengan kelompok, di mana setiap siswa ditugasi mengajarkan pengetahuan baru yang diperoleh dari hasil diskusi kelompok untuk diajarkan kepada siswa lain pada kelompok lain. Ini merupakaan alternatif menarik bila ada materi belajar yang bisa disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila bagian-bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa mempelajari sesuatu yang berbeda dengan lainnya yang bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh siswa lain, membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu. Jadi, hal yang menarik dari pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik (student achievement) juga mempunyai dampak pengiring seperti realisasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang lain.
Terkait dengan latar belakang masalah tersebut, upaya meningkatkan mutu pembelajaran mengapresiasi cerpen itu dikemas dalam penelitian tindakan kelas berjudul Peningkatan Kemampuan Memahami Unsur Intrinsik Cerpen Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas IX-B Semester Gasal SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2015/2016.

B. Identifikasi Masalah
          Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.
1.  Guru menggunakan metode ceramah pada saat mengajar.
2.  Guru belum menggunakan media pembelajaran saat mengajar.
3.  Aktivitas belajar siswa masih rendah.
4.  Rata-rata kemampuan menganalisis unsur intriksik cerpen siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti pada kondisi awal sebesar 65,50. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sebesar 75. Jika dibandingkan dengan KKM, dari 20 orang siswa yang telah mencapai KKM sebanyak 9 orang (45%) sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 11 orang (55%).

C. Rumusan Masalah
          Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini ada dua hal.
1.  Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016?
2.  Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016?

D. Tujuan Penelitian
          Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini ada dua macam.
1.  Untuk meningkatkan aktivitas belajar memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016 melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
2.  Untuk meningkatkan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016 melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1.  Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi pada pengembangan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pembelajaran apresiasi cerpen.
     2.  Manfaat Praktis
a.  Bagi guru bahasa dan Sastra Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan guru bahasa dan Sastra Indonesia dalam mengelola pembelajaran, khususnya dalam memilih metode pembelajaran yang variatif.
b.  Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memahami isi cerpen khususnya unsur intrinsik cerpen sehingga mereka menjadi lebih aktif, kreatif, senang dan bergairah dalam belajar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori
          Penelitian yang diangap baik tentunya berdasarkan teori-teori yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Teori juga berfungsi sebagai penguat dan pembatas dalam sebuah penelitian sehingga alur pembahasan akan tetap mengacu pada suatu pengertian yang jelas, bulat, dan utuh. Jadi, dengan demikian pada bab ini secara berturut-turut akan dipaparkan teori-teori yang merupakan patokan atau kriteria yang melandasi keseluruhan penelitian ini. Teori-teori itu meliputi: (1) pembelajaran kooperatif, (2) karakteristik pembelajaran kooperatif (3) manfaat pembelajaran kooperatif (4) pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, (5) aktivitas belajar, (6) hakikat cerpen, (7) pembagian cerpen, (8) ciri-ciri cerpen, dan (9) unsur-unsur intrinsik cerpen.       
1.  Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran pada hakikatnya adalah kegiatan guru dalam membelajarkan siswa (Suherman, 2008: 2). Ini berarti bahwa proses pembelajaran adalah membuat atau menjadikan siswa dalam kondisi belajar. Siswa dalam kondisi belajar dapat diamati  dan dicermati melalui indikator aktivitas yang dilakukan, yaitu  perhatian fokus, antusias, bertanya, menjawab, berkomentar, presentasi, diskusi, mencoba, menduga, atau menemukan. Sebaliknya siswa dalam kondisi tidak belajar adalah kontradiksi dari aktivitas tersebut, mereka hanya berdiam diri, beraktivitas tak relevan, pasif, atau menghindar.
      Menurut Tim Penyusun (2005:41), pembelajaran yang bernaung dalam metode konstruktivistik adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok (4 orang dalam satu kelompok) untuk saling membantu memecahakan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Slavin (2008:8) mengatakan bahwa dalam metode pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Ide yang melatarbelakangi bentuk pembelajaran kooperatif semacam ini adalah apabila para siswa ingin agar timnya berhasil, mereka akan mendorong anggota timnya untuk lebih baik dan akan membantu mereka melakukannya.
Menurut Silberman (2006:31) kegiatan belajar bersama dapat menbantu belajar aktif. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2008:80-92) dirangkum berikut ini.
a.  Peserta didik harus memiliki persepsi "mereka akan berhasil semua atau gagal semua"
b.  Peserta didik harus memiliki tanggung jawab terhadap peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d.  Peserta didik membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
e.  Peserta didik diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f.  Peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g.  Setiap peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

2.  Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Ada tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin (2008) karakeristik pembelajaran kooperatif tersebut, yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
a.  Penghargaan kelompok    
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
Terkait dengan kompetisi siswa di dalam kelompok, Puskur (dalam Muslich 2008:72) mengemukakan bahwa siswa perlu berkompetisi, bekerja sama, dan mengembangkan solidaritasnya. Hal ini berarti bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan semangat kompetisi sehat untuk memperoleh insentif, bekerja sama, dan solidaritas, sambil menyediakan tugas-tugas yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri.

b.  Pertanggungjawaban Individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c.  Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.

3.  Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa manfaat. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2008:100) yang dinyatakan bahwa pembelajaran kooperatif bukan hanya teknik pengajaran yang ditujukan untuk meningkatkan cara pencapaian prestasi para siswa. Ini juga merupakan jalan untuk menciptakan keceriaan, lingkungan yang pro-sosial di dalam kelas.
Manfaat pembelajaran kooperatif lain yaitu meningkatkan keterampilan kooperatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Karuru (2008). Secara eksplisit keterampilan kooperatif yang dapat dicapai dikutip di bawah ini.
a.  Keterampilan  Tingkat Awal
1)   Menggunakan Kesepakatan
Yang  dimaksud dengan menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok.


2)   Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan orang lain.  Hal ini berarti bahwa harus selalu setuju dengan  anggota lain, dapat saja dikritik yang diberikan itu ditunjukkan terhadap ide dan tidak individu.
3)   Mengambil giliran dan berbagai tugas.
Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
4)   Berada dalam kelompok.
Maksud di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.
5)   Berada dalam tugas.
Artinya bahwa meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang dibutuhkan.
6)   Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi artinya mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
7)   Mengundang orang lain.
8)   Menyelesaikan tugas pada waktunya.
9)   Menghormati perbedaan individu.



b.  Keterampilan Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi ketegangan.

c.  Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.

     4.  Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
a.  Pengertian Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Model mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson. Model ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.  Dalam model ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skema ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Jigsaw adalah suatu model pembelajaran yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Hasan, 2003: 33).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.”
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli (Kuntjojo, 2010: 34). Pada model Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli

Kelompok
Asal
 
digambarkan sebagai berikut.


Cooperative Learning1

Kelompok Ahli
 
















Gambar 1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw

     c. Tahapan-Tahapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Tahapan-tahapan dalam penerapan model Jigsaw adalah sebagai berikut.
1)  Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4–6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam model Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. (Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.


Gambar 2 Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
2)  Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
3)  Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
4)  Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
5)  Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai (Usman, 2002: 88-89).
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Jigsaw diantaranya adalah sebagai berikut.
1)  Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Jigsaw.
2)  Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3)  Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang Model pembelajaran Jigsaw.
4)  Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5)  Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
     Agar pelaksanaan model Jigsaw dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
1)  Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
2)  Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang model pembelajaran Jigsaw.
3)  Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
4)  Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran (Usman, 2002: 92-93).

          d.  Kelemahan dan Kelebihan Model Jigsaw
Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw:
1)  Memerlukan persiapan yang lebih lama dan lebih kompleks misalnya    seperti penyusunan kelompok asal dan kelompok ahli yang tempat duduknya nanti akan berpindah.
2)  Memerlukan dana yang lebih besar untuk mempersiapkan perangkat pembelajaran (Djamarah, 2006: 89).
          Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
1)  Memberikan kesempatan yang lebih besar kepada guru dan siswa dalam memberikan dan menerima materi pelajaran yang sedang disampaikan.
2)  Guru dapat memberikan seluruh kreativitas kemampuan mengajar.
3)  Siswa dapat lebih komunikatif dalam menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam mempelajari materi.
4)  Siswa dapat lebih termotivasi untuk mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman satu timnya (Djamarah, 2006: 90).

         5.  Aktivitas Belajar Siswa
John Travers dalam Suprijono (2011: 7) menggolongkan aktivitas belajar menjadi belajar gerakan, belajar pengetahuan, dan belajar pemecahan masalah. Ada pula yang menggolongkan menjadi aktivitas belajar informasi, aktivitas belajar konsep, aktivitas belajar prinsip, aktivitas belajar keterampilan dan aktivitas belajar sikap.
Menurut Mulyono, Anton M dalam Rioseptiadi (2008 : 1), Aktivitas artinya “kegiatan / keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas.
Aktivitas adalah melakukan suatu kegiatan tertentu secara aktif. Aktivitas menunjukkan adanya kebutuhan untuk aktif bekerja atau melakukan kegiatankegiatan tertentu (Haditono, dkk 2001: 1). Menurut Dierich (dalam Hamalik, 2010:172) membagi kegiatan belajar dalam 8 kelompok antara lain.
a.  Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b.  Kegiatan-kegiatan lisan (oral)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu keja-dian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
          c.  Kegiatan-kegiatan mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarka radio.
          d.  Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
          e.  Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.
         f.  Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
          g.  Kegiatan-kegiatan mental
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat, membuat keputusan.
          h.  Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tegang dan lain-lain.
Sesuai dengan kajian teori tentang aktivitas belajar tersebut, indikator yang digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai berikut.
a)  Mempersiapkan diri dalam menerima pembelajaran (emotional activities).
Komponen mempersiapkan diri dalam menerima pembelajaran adalah memasuki ruang kelas sebelum pelajaran dimulai, membawa peralatan dan buku pembelajaran untuk belajar, mempelajari materi terlebih dahulu dengan membaca materi yang akan dipelajari, dan memperhatikan penjelasan guru serta tidak gaduh.
b) Merespon apersepsi dari guru (listening, visual, oral dan mental acitivities).
     Kegiatan merespon apersepsi dari guru dapat terlihat dari mendengarkan apersepsi yang diberikan oleh guru, menjawab pertanyaan dari guru ketika guru melakukan apersepsi, bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti, dan berani mengungkapkan gagasan yang mereka miliki.
c)  Mengerjakan tes tanya jawab (oral activities).
     Dalam mengerjakan tes tanya jawab hal-hal yang perlu diperhatikan adalah mengerjakan tes tanya jawab dan tidak mengganggu temannya, mengerjakan tes tanya jawab tanpa mencontek pekerjaan temannya, mengerjakan tes tanya jawab tanpa membuka buku, serta mengerjakan tes tanya jawab dengan tepat waktu.


d) Memperhatikan penjelasan guru (listening activities).
     Siswa memperhatikan penjelasan guru dengan kriteria memperhatikan penjelasan dari guru dengan tidak berbicara dengan teman, mencatat hal-hal penting, memperhatikan penjelasan guru, dan memperhatikan penjelasan guru serta menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
e)  Berkelompok sesuai dengan kelompok yang dibentuk oleh guru (emotional activities).
     Komponen dalam berkelompok meliputi berkelompok sesuai dengan kelompok yang dibentuk oleh guru, tidak mencemooh teman satu kelompoknya, duduk dibangku yang telah ditentukan oleh guru dan berinteraksi dengan kelompoknya untuk melaksanakan tugas dari guru.
f)  Mempelajari materi yang diberikan oleh guru (visual activities dan mental activities).
     Dalam poin ini siswa mempelajari materi dari guru, mencatat hal-hal penting, menggaris bawahi materi yang belum dimengerti, dan membaca materi dari buku/referensi lain.
g) Berdiskusi kelompok (mental activities).
     Dalam berdiskusi kelompok siswa ikut berpikir untuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS, ikut mengoreksi pekerjaan temannya secara bergantian, membantu temannya yang belum mengerti tentang suatu materi, dan tidak mengganggu temannya yang sedang diskusi kelompok. 
h) Berdiskusi kelas (oral activities).
     Ketika kegiatan diskusi kelas siswa memperhatikan temannya yang sedang presentasi, siswa mau bertanya jika belum jelas, siswa mau menanggapi hasil diskusi kelompok lain yang dipresentasikan, dan mau menerima pendapat dari orang lain.
i)  Menjawab pertanyaan guru (oral activities, mental activities).
     Siswa mampu menjawab pertanyaan guru dengan jawaban yang tepat, dengan bahasa yang mudah dipahami, runtut, dan tidak membaca buku.
              j)   Membuat kesimpulan pembelajaran (oral activities, mental activities).
Siswa tidak membuat gaduh, siswa menulis poin-poinnya saja, dan siswa mencatat rangkuman materi yang didapatkan dari guru.
          Indikator-indikator aktivitas siswa merupakan indikator sebagai instrumen untuk mengamati aktivitas siswa saat pelajaran memahami unsur intriksik cerpen. Dengan indikator-indikator aktivitas siswa tersebut, pengamat dapat menilai dan melihat aktivitas siswa ketika belajar. Aktivitas-aktivitas siswa ini berhubungan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga nantinya siswa mendapat nilai karakter yang baik untuk diterapkan dalam masyarakat.

     6.  Hakikat Cerpen 
Cerpen adalah suatu cerita yang pendek dan hanya melukiskan sebagian dari kejadian dalam kehidupan yang luas. Pengertian cerpen adalah bentuk prosa yang pendek yang paling sederhana merupakan kerja fiksi, dengan efek satusatunya kesan impression jadi mengungkap satu sari kehidupan saja, Bukan berarti  terdiri dari satu halaman saja,tetapi bisa sampai beberapa halaman. (Tarigan, 1984:170) Kata pendek dalam batasan ini tidak jelas ukurannya. sehubungan dengan hal ini maka di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian cerpen.
Cerita pendek adalah cerita yang pendek dan merupakan satu kebulatan ide (Rosidi: 1985: 176). Menurut Darisman (1998:59) menyatakan bahwa cerpen adalah cerita singkat yang dibuat pengarang tentang sesuatu hal yang pernah dialaminya atau hanya khyalan si pengarang saja. Cerita pada cerpen lebih memusatkan pada satu tokoh cerita dalam satu situasi, dan menurut Erlly Segwiek (dalam Tarigan, 1985 : 177) cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau kelompok keadaan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca.
  Cerita pendek tidak boleh dipenuhi oleh hal-hal yang tidak perlu atau "a shorty-story must not be cluttered up with irrelevance" (Notosusanto dalam Tarigan, 1984:176). Sifat-sifat pokok cerita pendek memakai bahasa yang singkat dan lengkap. Selain itu Nugroho Notosusanto mengatakan bahwa "Cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kwarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap" (Strong dalam Tarigan, 1984:176).
Dengan memberikan uraian dari beberapa pendapat mengenai pengertian cerpen, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian cerpen adalah cerita yang merupakan kebulatan ide yang dibuat oleh pengarang tentang suatu hal yang dialaminya atau hanya bersifat khayalan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca.


     7.  Pembagian cerpen
Berdasarkan sudut pandang yang umum cerpen dapat di klasifikasikan menjadi 3 yaitu, (1) berdasarkan jumlah kata, (2) berdasarkan nilai sastra dan (3) berdasarkan tekhnik mengarangnya.
          a.  Berdasarkan Jumlah Kata
1)   Cerita yang pendek adalah cerita pendek yang jumlah kata-katanya dibawah 5.000  kata atau maksimal 5.000 kata, kira-kira 16 halaman kwarto dengan spasi rangkap. Apabila dibaca memerllukan waktu kirakira 15 menit atau seperempat jam. 
2)   Cerpen yang panjang adalah cerita pendek yang jumlah kata-katanya antara 5.000 kata sampai 10.000 kata atu kira-kira 33 halaman kwarto dengan spasi rangkap, yang dibaca kira-kira 30 menit atau setengah jam. (Tarigan,1985:178).
b.  Berdasarkan Nilai Sastra
1)      Cerpen hiburan adalah cerpen yang dibuat untuk bisa menghibur pembaca.
2)   Cerpen sastra yaitu sebuah cerpen yang dibuat untuk mereka yang senang dengan karya-karya sastra dan cerpen tersebut dapat di ananlisis oleh pembacanya.
          c.  Berdasarkan Tekhnik Mengarangnya
1)   Cerpen sempurna (well made short-story) yaitu cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah di pahami. Cerpen ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam.
2)   Cerpen tak utuh (slice of life short-story), yaitu cerpen yang tidak terfokus pada satu tema, alurnya (plot) tidak terstruktur, dan kadangkadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebut cerpen kental atau cerpen berat.   

     8.  Ciri-ciri Cerpen
Ketika membicarakan pengertian cerita pendek, sebenarnya sudah terkandung pembicaraan tentang ciri-ciri cerpen. Pembicaraan dalam cerpen dilakukan secara hemat dan ekonomis sehingga pada umumnya dalam sebuah cerpen hanya ada dua atau tuga tokoh, hanya ada satu peristiwa dan hanya ada satu efek bagi pembacanya.
Menurut Tarigan (1985:177) dalam Prinsip-Prinsip Dasar Sastra mengemukakan beberapa ciri khas cerpen, adalah sebagai berikut:
1)      Ciri utama cerpen adalah singkat, padat dan intensif.
2)      Bahasa dalam cerpen harus tajam, sugesti, dan menarik perhatian.
3)      Unsur-unsur cerpen adalah: adegan, tokoh dan gerak.
4)      Cerpen harus mempunyai seorang tokoh utama.
5)      Dalam cerpen sebuah kejadian atau peristiwa harus dapat menjadikan pusat perhatian yang menarik sehingga dapat memancing perhatian para pembacanya dan kemudian kejadian atau peristiwa harus dapat menguasai jalan ceritanya.
6)      Cerpen hanya tergantung pada satu situasi.
7)      Cerpen harus menimbulkan perasaan beda pembaca yaitu berawal dari jalan cerita yang menarik.
8)      Cerpen harus mempunyai satu efek atau kesan atau kesan yang menarik.
9)      Cerpen  harus menimbulkan efek dalam pikiran pembaca.
10)  Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsep kehidupan baik langsung maupun tak langsung.
11)  Cerpen menyajikan satu emosi.
12)  Cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan  dan baru menarik pikiran
13)  Dalam cerpen ceritanya hanya terdiri dari inti suatu kejadian yang merupakan cerpen.
14)  Panjang cerita kurang lebih 10.000 kata.
Pendapat lain mengenai ciri-ciri cerita pendek di kemukakan pula oleh Lubis dalam Tarigan sebagai berikut.
1)   Cerita Pendek harus mengandung interprestasi pengarang tentang  konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2)   Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita.
3)   Cerita pendek harus mempunyai seorang yang menjadi pelaku atau tokoh utama.
4)   Cerita pendek harus satu efek atau kesan yang menarik.
Menurut Morris dalam Tarigan ciri-ciri cerita pendek adalah sebagai berikut.
1)   Ciri-ciri utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, and intensity).
2)   Unsur-unsur cerita pendek adalah adegan, toko, dan gerak (scena, character, and action).
3)   Bahasa cerita pendek harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incicive, suggestive, and alert). 

9.  Unsur-unsur Intrinsik Cerpen
Cerita pendek merupakan salah satu bentuk prosa (fiksi) telah mampu menduduki posisi tertentu dalam kasanah sastra Indonesia. Dalam posisinya yang cukup strategis dalam cerita pendek dihidangkan secara bebas dan terbuka sehingga mudah dikenal dan dimengerti oleh masyarakat.
Setiap karya sastra selalu didukung oleh unsur-unsur tertentu, unsur-unsur pendukung itu antara lain: unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah aspek-aspek yang membangun sastra itu dari dalam, sedangkan unsur ekstrinsik adalah aspek-aspek yang mempengaruhi cipta sastra yang bersumber dari luar cipta sastra itu sendiri (Badrun, 1983:13). Dalam penelitian ini difokuskan pada unsur intrinsik dari cerpen. Unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra dari dalam adalah sebagai berikut: (1) tema, (2) alur, (3) penokohan (perwatakan), (4) latar (setting), (5) sudut pandang, dan (6) amanat.
Untuk lebih jelas, unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut akan diuraikan secara terperinci seperti tertera berikut ini.
a.   Tema
Tema adalah gagasan utama yang menjadi pokok permasalahan dalam sebuah cerita. Tema dalam suatu karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya. Oleh karena itu,pengarang tidak mengatakan secara jelas tema karangannya, tetapi merasuk, menyatu dalam semua unsure cerpen dan dengan demikian akan menghasilkan suatu cerpen yang baik. pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa berupa pandangan hidupnya atau komentar tentang kehidupannya. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semua didasari oleh ide atau gagasan pokok pengarang. Sebuah cerpen harus selalu mengatakan sesuatu pendapat yaitu pendapat pengarang tentang hidup ini sehingga orang lain dapat mengerti hidup ini lebih baik. (Sumardjo dan Saini, 1988:57). Di samping itu Darsiman (2007:19) berpendapat bahwa tema sangat berpengaruh terhadap unsur lain dalam cerita, seperti alur, penokohan dan penokohan. Sedangkan Atar Semi berpendapat bahwa tema adalah gagasan yang menjadi dasar penyusunan karangan. Dalam penyusunan sebuah cerita pendek sangat tergantung  dari jenis tema yang akan dikembangkan (Atar, 1984:34).
Menurut Adiwardoyo, tema adalah gagasan sentral pengarang yang mendasari penyusunan suatu cerita dan sekaligus menjadi sasaran dari cerita itu. Tema merupakan perpaduan antara pokok persoalan dan tujuan yang ingin dicapai pengarang lewat cerita itu (1990:13).
Untuk mengetahui tema kita bisa menyusun pertanyaan-pertanyaan seperti pertanyaan berikut ini.
1)      Persoalan apakah yang peling menonjol dalam cerita itu?
2)      Pesan apakah yang disampaikan pengarang kepada pembaca?
3)      Persoalan-persoalan apa saja yang diungkapkan pengarang dalam cerita itu?
Dengan demikian,tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya fiksi. Gagasan ini, yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan ide ceritanya.

          b.  Alur/Plot
Alur/plot adalah rangkaian peristiwa demi peristiwa dalam membangun cerita,biasanya sering disebut juga jalan cerita. Munculnya sebuah peristiwa dalam sebuah cerita harus mempunyai hubungan dengan peristiwa lainnya, artinya terjadinya suatu peristiwa alasan mengapa pelaku itu melakukan suatu perbuatan. Urutan peristiwa itu dimulai dengan memberikan suatu keadaan, kemudian keadaan itu mengalami perkembangan yang pada akhirnya ditutup dengan penuh penyelesaian. Jalan suatu cerita selalu dengan pola perkenalan, keadaan, perkembangan dan penutup.
Alur merupakan urutan-urutan cerita yang memiliki hubungan sebab akibat. Alur adalah jalan cerita yang merangkai peristiwa-peristiwa dalam cerita menjadi sebuah cerita yang utuh (Wendy Widya, 2006: 27).
Alur atau plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi suatu satu kesatuan yang padu, bulat dan utuh. Alur atau plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan sudut tinjauan atau criteria. Alur atau plot tersebut dapat dibedakan menjadi tiga bagian,yaitu: “alur maju, alur mundur, dan alur gabungan”. Alur maju bermula dari titik awal peristiwa dan berjalan secara teratur sampai titik akhir cerita. Disebut alur mundur apabila peristiwa-peristiwa yang disusun berdasarkan sebab akibat mencerikan masa lampau dari titik akhir menuju titik permulaan. Sedangkan alur gabungan adalah apabila perirtiwa-peristiwa yang ada disusun secara campuran antara sebab akibat, waktu kini ke waktu lampau dan waktu lampau ke waktu kini (Wendy Widya, dkk, 2006: 28).
Berdasarkan uraian di atas mengenai pengertian alur, maka dapat ditarik kesimpulan alur adalah rangkaian peristiwa demi peristiwa dalam cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat sehingga membentuk cerita yang utuh.


         c.  Penokohan (Perwatakan)
Penokohan (perwatakan) yaitu: cara melukiskan sikap dan watak para pelakunya atau kepribadian tokoh-tokohnya, meliputi sifat lahir dan sifat bahtinnya. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang paling penting dalam suatu cerita disebut tokoh inti atau tokoh utama (tokoh protagonis).
Tokoh cerita merupakan seorang yang berperan dalam cerita. Tokoh cerita mempunyai watak atau sifat (Wendy Widya, dkk. 2006:27). Tokoh dibagi menjadi dua yaitu: tokoh baik (protagonis) dan tokoh jahat (antagonis). Selain itu tokoh dapat juga dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pendukung.
Ada dua cara memperkenalkan pelaku dalam cerita yaitu: secara analitik dan secara dramatik (Antara, 1988:23):
1) Secara Analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan watak atau karakter tokohnya, pengarang menyebutkan tokoh tersebut keras hati.
2) Secara Dramatik, yaitu pengarang tidak menjelaskan watak pelaku ceritanya secara langsung, watak-watak pelaku ceritanya digambarkan melalui hal-hal lain, seperti pilihan nama tokohnya, cara berpakaiannya, tingkah laku terhadap tokoh lain melalui dialog.
Dalam sebuah cerita menggambarkan tokoh dipergunakan oleh pengarang untuk memandang, menguraikan persoalan, dan menyelesaikan sehingga dapat menghidupkan tokoh dan peristiwa. Pengarang menempatkan tikohnya dengan karakter yang cocok dengan cerita yang ditulisnya.
Berdasarkan uraian tentang pengertian penokohan (perwatakan) dapat disimpulkan bahwa penokohan (perwatakan) adalah individu yang mengalami suatu peristiwa atau lukisan watak seseorang/pelaku baik sifat lahir maupun  sifat batinnya.

          d.  Latar atau Setting
Latar merupakan segala keterangan mengenai waktu, tempat atau ruang dan suasana dalam cerita. Latar tempat merupakan penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa. Latar waktu merupakan penjelasan tentang waktu terjadinya peristiwa. Latar suasana merupakan penjelasan tentang suasana saat suatu peristiwa terjadi (Wendy Wydia, dkk. 2006: 27).
Latar disebut juga sebagai landas tumpu yang menyangkut pada pengertian tempat (Geografis), hubungan waktu (historis), dan lingkungan sosial (kemasyarakatan) tempat terjadinya peristiwa atau terjadinya cerita. Meskipun ketiga unsur latar ini berbeda namun kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain (Wendy Widya, dkk.2006: 35).
Menurut Nurgiantoro (1995:216) Latar/setting merupakan waktu/keadaan alam atau cuaca terjadinya suatu peristiwa, karena setiap perbuatan atau aktivitas manusia akan terjadi pada tempat, waktu dan keadaan tertentu sehingga cerita itu tampak lebih hidup dan logis untuk menggerakkan emosi pembaca. Hal ini penting untuk memberikan kesan realisitis kepada pembaca, meciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi, sehingga pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa latar/setting adalah peristiwa yang diungkapakan oleh pengarang dalam karyanya mengenai waktu, tempat, serta suasana terjadinya suatu peristiwa ke dalam suatu cerita. Sebagai penuntun untuk memahami latar/setting adalah:
1)      Kapan peristiwa itu terjadi?
2)      Di mana peristiwa itu terjadi?
3)      Bagaimana situasi alam di daerah itu?

          e.  Sudut Pandang
Sudut pandang yaitu dari sudut mana pengarang memandang yang menjadi pusat pengisah atau yang menjadi landasan tumpu cerita. Sudut  pandang adalah cara pengarang memandang cerita atau landasan tumpu. Adapun macam-macam sudut pandang  adalah:
1)      Author- participant (pengarang turut ambil bagian dalam cerita). Dalam hali ini ada dua kemungkinan yaitu pengarang menjadi pribadi pelaku utama sehingga ia menggunakan kata ”aku” atau pengarang hanya mengambil bagian kecil saja, maksudnya pengarang menggunakan kata “aku” dalam cerita tetapi bukan sebagai pelaku utama.
2)      Author – ominiscient (orang ketiga). Pengarang menceritakan ceritanya dengan memperguanakan kata “dia” untuk pelaku utamanya tetapi ia turut hidup dalam pribadi pelakunya.
3)      Author- observer. Ini hampir sama dengan author- omaniscient, bedanya pengarang hanya sebagai peninjau seolah-olah ia tidak dapat mengetahui jalan pikiran pelakunya.
4)      Multiple. sudut pangang secara campur baur.

f.   Amanat
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.
Amanat (pesan) ialah sesuatu yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Penyampaian amanat (pesan) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara lisan dan cara tulisan. Cara pertama, penyampai amanat langsung berhadapan dengan penerima sebagai lawan bicara atau pendengar, sedangkan cara kedua, penyampai amanat tidak berhadapan langsung dengan penerima, tetapi menggunakan perantara/alat bantu ; dapat berupa cerita, buku (fiksi dan nonfiksi).  Untuk menemukan amanat pada sebuah karya sastra, misal cerpen, kita harus lebih dulu memahami : tema, rasa, dan nada cerpen itu. Tema berbeda dengan amanat. Tema berhubungan dengan arti karya sastra, sedangkan amanat berhubungan dengan makna karya sastra (meaning dan significance) yang berifat kias, subjektif, dan umum. Makna karya sastra selalu berhubungan dengan orang per orang, konsep seseorang, dan situasi penyair mengimajinasikan karyanya.  Amanat (pesan) sebuah karya sastra, selain yang dibicarakan di atas, dapat pula ditentukan melalui perndekatan teori sastra (sejarah sastra, angkatan, atau zaman) terciptanya karya sastra itu. Jadi, menemukan amanat pada sebuah karya sastra (cerpen) selain memahami tema, rasa, dan nada, juga dapat ditemukan melalui pendekatan teori sastra.

B. Penelitian yang Relevan
          Penelitian terdahulu yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Marfuah, (Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo) dengan judul penelitian “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi Akidah Akhlak Melalui Model Jigsaw Di Mi Walisongo Jerakah Tugu Semarang”, dengan hasil penelitian bahwa model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa-siswi dengan bukti adanya peningkatan hasil belajar dari nilai rata-rata siswa sesuai dengan KKM ≥ 70. yaitu pada prasiklus sebelum menggunakan model kooperatif jigsaw nilai rata-rata hasil evaluasi 69,5 atau 69,5%; pada pembelajaran sikulus I dengan menggunakan model kooperatif jigsaw rata-rata hasil evaluasi 75 atau 75 % dan pada siklus II rata-rata hasil evasluasi 90 atau 90%.
Yuliani (2011) dalam penelitian berjudul Peningkatan menganalisis unsur intrinsik cerpen melalui model student teams-achievement divisions (STAD) kelas V SDN Juwet II Kabupaten Kediri. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran menganalisis unsur intrinsik cerpen melalui model STAD dapat meningkatkan kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen siswa kelas V SDN Juwet II kabupaten Kediri, oleh karena itu guru disarankan agar dalam meningkatkan menganalisis unsur intrinsik cerpen hendaknya guru menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif dan mengajak siswa lebih aktif seperti model pembelajaran STAD.
          Penelitian lain juga dilakukan oleh Istiqomah (Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo) dengan judul “Penerapan Model Pengajaran Cooperative Learning Jigsaw Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Al Quran Hadits Materi Melafalkan Surat Al Adiyat Semester II Siswa Kelas IV MI Sarirejo Kaliwungu Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini menunjukkan hasil belajar pada siklus I, siswa yang mendapat nilai > 6,5 ada 28% dan siswa yang mendapat nilai < 6,5 ada 72%. Pada siklus II siswa yang mendapat nilai > 6,5 ada 85% dan siswa yang mendapat nilai < 6,5 ada 15%. Sedangkan keaktifan siswa siklus I sebesar 65,71% dan siklus II sebesar 85,71% atau sudah mencapai indicator 85%. Pada siklus I, kerjasama siswa sebesar 65% dan pada siklus II mencapai 85%. Kinerja guru pada siklus I dengan skor 31 (baik) dan pada siklus II dengan skor 39 (baik). Kesimpulan penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran Al Quran Hadits materi melafalkan surat Al Adiyah, serta meningkatkan keaktifan siswa. Dari hasil penelitian, dapat penulis sarankan kepada guru Al Quran Hadits khususnya agar menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw sebagai salah satu alternative model pengajaran di kelas.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut diketahui bahwa model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan proses dan hasil belajar. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Inovasi penelitian terletak pada pembentukan kelompok heterogen yang makin mengecil jumlah anggotanya pada tiap siklus.

C. Kerangka Berpikir
          Kondisi awal diketahui, bahwa dengan penggunaan metode ceramah kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen masih rendah (65,50). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: metode pembelajaran yang monoton, rendahnya partisipasi siswa. Oleh karena itu, kemampuan menganalisis unsur intrinsik cerpen harus ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkannya melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran.
Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan berikut ini.
 











Gambar 3 Model Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan
          Menurut Arikunto, hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalaui data yang terkumpul (Arikunto, 1989: 62).
          Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini ada dua.
1.  Implementasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diduga dapat meningkatkan aktivitas memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016.
2.  Implementasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diduga dapat meningkatkan kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016. 
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, dalam penyusunan PTK ini digunakan metode deskriptif kualitatif. Adapun jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas (Class Action Research) yang merupakan studi sistematis terhadap praktik pembelajaran di kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan melakukan tindakan tertentu.
Wiriaatmadja (2005: 29) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah salah satu jalan yang terbuka untuk para pendidik yang ingin menambah ilmu pengetahuan, melatih paktik pembelajaran di kelas dengan berbagai model yang akan mengaktifkan guru dan siswa, mencoba melakukan penelitian untuk secara reflektif melakukan kritik terhadap kekurangan dan berusaha memperbaikinya.

B. Setting Penelitian  
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus s.d. Oktober 2015 pada siswa kelas IX, SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2015/2016.

2.  Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati Propinsi Jawa Tengah. Alasan mengadakan penelitian di SMP tersebut adalah sebagai berikut.
a.  Pada semester gasal kelas IX, terdapat Standar Kompetensi 7, yaitu Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerita pendek (cerpen). Standar kompetensi tersebut dijabarkan ke dalam dua kompetensi dasar, yakni:
7.1     Menemukan tema, latar, penokohan pada cerpencerpen dalam satu buku kumpulan cerpen.
7.2     Menganalisis nilai-nilai kehidupan pada cerpen-cerpen dalam satu buku kumpulan cerpen
b.  Pada umumnya siswa menganggap bahwa kemampuan memahami unsur intriksik cerpen adalah pelajaran yang sulit.
c.  Model yang diterapkan oleh guru kurang bervariasi.
d.  Adanya dukungan dari pihak sekolah, untuk diadakannya penelitian dalam rangka meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia.
e.  Peneliti adalah guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati.
Berdasarkan kenyataan tersebut, dilakukan penelitian untuk memperbaiki proses dan hasil belajar memahami unsur intrinsik cerpen. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diharapkan dapat meningkatkan mutu proses dan hasil belajar.

C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IX, SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2015/2016. Siswa berjumlah 20 orang, terdiri atas 9 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Guru yang menjadi peneliti adalah Y. Eko Joko K., S.Pd., M. Pd. didampingi mitra peneliti atau kolaboran seorang guru bahasa Indonesia IX, yakni Ibu Ratnaningrum, S. Pd.

D. Data dan Sumber Data
Menurut Suwandi (2007:35), data penelitian yang dikumpulkan berupa infomasi tentang hasil belajar, aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, serta kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran (termasuk penggunaan strategi pembelajaran) di kelas.
Berdasarkan pendapat tersebut, data penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi:
1.    Informan atau narasumber, yaitu guru dan siswa klas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati. Guru / Peneliti diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran menganalisis unsur intriksik cerpen. Siswa diharapkan dapat memberikan informasi tentang tanggapan para siswa terhadap pembelajaran unsur intriksik cerpen.
2.    Tempat dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran cerpen dan aktivitas lain yang bertalian, berupa proses berlangsungnya pembelajaran cerpen. Sumber data berupa tempat dan peristiwa atau aktivitas ini diharapkan memberikan berbagai informasi tentang pembelajaran cerpen.
3.    Dokumen atau arsip antara lain berupa Kurikulum, Rencana Pembelajaran, hasil pekerjaan siswa, dan buku penilaian yang harus dipersiapankan sebelum guru mengajar berupa silabus, prota, promes, dan RPP serta membuat soal-soal sebagai alat evaluasi. Sumber data ini diharapkan memberikan informasi tentang kurikulum yang digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam menyusun program-program pembelajaran sehingga guru dapat membuat alat evaluasi yang jelas untuk menentukan keberhasilan siswa dalam melaksanakan pembelajaran.

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
     1.  Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada dua instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu observasi dan tes.
     a.  Observasi atau Pengamatan
Pengamatan atau observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru. Saat pengamatan berlangsung, observer membawa lembar observasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2001:57), yang menyatakan bahwa penilaian yang dilakukan dengan teknik pengamatan atau observasi adalah penilaian dengan cara mengadakan pengamatan terhadap suatu hal secara langsung, teliti, dan sistematis. Observasi juga berarti kegiatan pengamatan (pengumpulan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran (Arikunto dkk, 2008: 127). Efek dari suatu intervensi (action) terus dimonitor secara selektif. Data-data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif tentang kemajuan siswa yang berupa nilai dan data kualitatif berupa minat atau suasana kelas terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Pada umumnya dalam penelitian tindakan kelas, baik data kualitatif maupun kuantitatif dimanfaatkan untuk menggambarkan perubahan yang terjadi: perubahan pada kinerja guru, hasil tes siswa, perubahan kinerja siswa, dan perubahan suasana kelas.
Pengamatan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut.
1)   Mempersiapkan lembar observasi yang berisi butir-butir sasaran terhadap perilaku siswa pada pembelajaran menganalisis unsur intriksik cerpen.
2)   Peneliti melaksanakan kegiatan observasi selama kegiatan berlangsung atau disebut observasi partisipan. Dengan observasi partisipan ini data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat mana dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono, 2006:162).  Dengan observasi berperan  serta (participant observation), peneliti dapat bekerja dengan maksimal untuk mendapatkan data-data.
3)   Mencatat hasil observasi pada lembar observasi.
4)   Menganalisis dan mendeskripsikan data observasi.

     b. Tes
Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan cara-cara atau aturan-aturan yang telah ditentukan (Arikunto, 2006: 53). Metode ini digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
Dalam penelitian ini digunakan tes sebagai instrumen untuk memperoleh data kualitatif. Soal tes yang dibuat sebanyak 20 butir soal pilihan ganda. Adapun langkah-langkah penyusunan soal tes adalah sebagai berikut:
1)  Peneliti mencermati silabus Bahasa Indonesia SMP kelas IX 2015/2016.
2)  Peneliti melakukan konsultasi dengan kolaborator.
3)  Peneliti melakukan penyusunan soal sebanyak 20 soal tiap siklus.

     2.  Alat Pengumpulan Data
          Sesuai dengan teknik pengumpulan data tersebut, ada dua alat pengumpulan data.
a.  Lembar Observasi
          Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas belajar siswa. Adapun lembar observasi tersebut dicantumkan pada lampiran laporan penelitian tindakan kelas ini.

          b.  Soal
          Soal yang digunakan berjumlah 20 butir yang memuat tema, alur/plot, penokohan, sudut pandang, latar / setting, dan nilai-nilai cerpen.

F. Validasi Data
Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antardata yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian (Sugiyono, 2006:299).
Persoalan validitas dalam penelitian tindakan kelas merupakan persoalan rumit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wiriaatmadja (2008:158) yang menyatakan berikut ini.
"Masalah penelitian peneliti naturalistik seperti peneliti Penelitian Tindakan kelas merupakan problema besar karena fenomena yang dihadapi unik, karena karakteristik data dan proses penelitiannya berbeda, karena konvensi yang harus diperhatikan dalam menyajikan hasil-hasil penelitian, dan karena aturan main dan etika yang harus dipegang oleh penelitinya."

          Data dalam penelitian ini, data divalidasi dengan membandingkan nilai tiap siklus dan antarsiklus. Nilai prasiklus dianalisis, kemudian dibandingkan dengan nilai siklus I. dari hasil analisis dilihat persentase kenaikannya. Demikian juga nilai siklus I dibandingkan dengan nilai siklus II, dengan nilai siklus III

F. Teknik Analisis Data
1.  Analisis Data Hasil Tes
Setelah data yang diinginkan terkumpul, diadakan pengolahan data. Data yang diperoleh dalam penelitian ini masih merupakan data atau bahan mentah.  Oleh karena itu, data perlu diolah lagi agar dapat ditarik suatu simpulan. Dalam pengolahan data ini, digunakan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskreptif adalah metode pengolahan data dengan jalan menyusun secara sistematis data yang diperoleh, sehingga didapat suatu simpulan umum.
Analisis pertama, dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan yang diambil, apakah pelaksanaannya sesuai dengan yang telah direncanakan. Kedua, analisis terhadap kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang didapatkan dari hasil tes. Hasil tes diolah dengan menggunakan keberhasilan belajar secara individu dan klasikal. Penskoran hasil tes masing-masing siswa dianalisis dengan norma absolut skala seratus. Skala seratus adalah skala yang bergerak antara nol sampai seratus. Skala serratus disebut juga skala persentil. Setelah mengetahui nilai masing-masing siswa, selanjutnya secara klasikal dapat dicari nilai rata-ratanya dengan menggunakan rumusan berikut:. Untuk mengubah persentase menjadi sebutan kualitatif, digunakan tabel berikut.
Tabel 1 Skala Ubah Nilai Kuantitatif Menjadi Kualitatif
Nilai
Presentase Ktriteria
Hasil Belajar Siswa
Keterangan
5
82,6% - 100%
Sangat baik
4
76% - 82,5%
Baik
3
62,6% - 75%
Cukup baik
2
51% - 62,5%
Kurang baik
1
0% - 50%
Jelek

G. Indikator Kinerja
          Indikator kinerja dalam penelitian ini dirumuskan menjadi dua macam.
1.  Rata-rata aktivitas belajar siswa kelas IX-B Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati minimal baik.
2.  Lebih dari 85% siswa kelas IX SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati memperoleh nilai sama dengan atau di atas KKM yang ditetapkan (75).


H. Prosedur Penelitian
Secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui untuk melakuan penelitian tindakan kelas. Menurut Aqib (2008) dan Wiriaatmadja (2008), keempat hal tersebut adalah: perencanaan (planning), aksi/tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi atau (reflecting). Adapun model yang diambil ditampilkan pada gambar  berikut ini.
Gambar 4 Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas
Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.  Perencanaan adalah proses menentukan program perbaikan yang berangkat dari satu ide gagasan peneliti.
2.  Tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh peneliti.
3.  Observasi adalah pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas tindakan atau mengumpulkan informasi tentang berbagai kelemahan (kekurangan) tindakan yang telah dilakukan.
4.  Refleksi adalah kegiatan analisis tentang hasil observasi hingga memunculkan program atau perencanaan baru.
Dari empat langkah utama penelitian tindakan kelas tersebut, dijabarkan ke dalam tindakan yang lebih rinci sebagai berikut.
1.  Refleksi Awal
Sebelum melakukan tindakan dilakukan refleksi awal yang bertujuan mengumpulkan data awal mengenai permasalahan serta kendala-kendala yang dialami oleh siswa pada saat proses belajar. Mengetahui kelemahan metode yang diterapkan guru dalam proses pembelajaran. Masalah yang terungkap dari hasil wawancara adalah siswa ternyata menganggap bahwa memahami unsur intrinsik cerpen sangat sulit dilakukan karena unsur-unsur intrinsik cerpen merupakan karya sastra yang mempunyai makna utuh. Siswa sulit menangkap makna dibalik kata-kata sastra yang digunakan oleh pengarang. Selain itu hal-hal dari luar lingkungan siswa yang tidak mendukung kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik cerpen. Oleh sebab itulah guru sebagai komentator, kritikus, dan pembimbing hendaknya mengusahakan agar siswa tertarik, terlibat serta terinspirasi saat proses pembelajaran berlangsung.
Sesuai dengan refleksi awal, penulis akan mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik cerpen.

     2.  Perencanaan
          Untuk melaksanakan tindakan penelitian ini diperlukan beberapa perencanaan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam perencanaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.  Tes diagnotik/tes awal yang dipersiapkan berupa tes tertulis yang berbentuk esai. Tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman siswa tentang unsur intrinsik cerpen.
b.  Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang merupakan rencana program yang ditempuh melalui proses belajar mengajar.
c.  Format observasi siswa. Format observasi adalah pedoman digunakan pada saat melakukan pengamatan terhadap proses belajar mengajar. Format observasi berisi beberapa pertanyaan/pernyataan yang membutuhkan jawaban melalui pengamatan langsung terhadap proses pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
d.  Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penelitian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang prestasi anak. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Tes yang digunakan berupa tes tulis yang berbentuk pilihan ganda. Tes ini dilaksanakan setelah proses belajar mengajar selesai/ berakhir.

     3.  Tindakan
Langkah-langkah konkret pelaksanaan dari rencana tindakan penelitian kelas tersebut adalah seperti pada skenario pembelajaran berikut.
Tabel 2  Skenario Pembelajaran Memahami Unsur Intrinsik Cerpen melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
No
Kegiatan Guru / Peneliti
Kegiatan Siswa
1
2
3
Kegiatan Pendahuluan
1
Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam.
Siswa bersama-sama memberi salam.
2
Menginformasikan rencana pelajaran hari tersebut, yaitu pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw.
Mendengarkan dan memper-siapkan diri untuk mengikuti pembelajaran memahami unsur intrinsic cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
3
Mengapersepsi kelas dan menyam-paikan tujuan pembelajaran.
Menyimak tujuan pembelajaran yang disampaikan guru.
Kegiatan Inti
1
Eksplorasi:
Memberikan penjelasan tentang unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah cerpen.
Siswa mendengarkan penjelasan tentang unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah cerpen.
2
Memberi peluang agar siswa bertanya apabila ada materi yang belum dipahami.
Siswa bertanya mengenai materi yang belum dipahami.
3
Elaborasi:
Menjelaskan unsur intrinsik cerpen dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Siswa menyimak penjelasan guru tentang unsur intrinsik cerpen dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
4
Memberikan tugas secara berkelompok untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen.
Bekerja secara berkelompok membahas unsur-unsur intrinsik cerpen.
5
Memberi bimbingan dan memantau kerja kelompok siswa dalam memahami isi unsur intrik cerpen.
Bekerja secara berkelompok membahas unsur-unsur intrinsik cerpen.
6
Menugaskan untuk mepresentasikan hasil kerja kelompoknya.
Mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.
7
Konfirmasi:
Guru bersama siswa menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran dan mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang telah dilaksanakan.

Siswa menyimpulkan dan merefleksi pembelajaran mema-hami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang dilaksanakan.
Kegiatan Penutup
1
Memantau dan mengevaluasi. Dalam tahap ini guru mengetes dan memberikan nilai terhadap pemahaman materi pelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Mengerjakan tes pemahaman materi pelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
2
Memberikan tugas untuk berlatih di rumah, agar siswa membaca cerpen yang lain.
Mencatat PR
3
Menutup pembelajaran dengan salam.
Menjawab salam guru

4.  Observasi
          Pada tahap ini, peneliti menempuh beberapa langkah untuk mengumpulkan data dalam bentuk observasi dan melaksanakan tes.
a.  Melaksanakan Observasi
Observasi/ pengamatan langsung adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan langsung dan sistematis (Nurkancana, 1992 : 51). Observasi sebagai data penunjang perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keaktifan dan respon siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen. Pengamatan aktivitas siswa dalam hal ini dispesifikkan pada beberapa aktivitas belajar esensial di kelas, yaitu :
1)  aktivitas bertanya,
2)  aktivitas menjawab pertanyaan guru,
3)  aktivitas diskusi,
4)  aktivitas mengerjakan soal,
5)  aktivitas mencatat dan merangkum pelajaran.

b.  Melaksanakan Tes
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak ataupun kelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkan laku atau prestasi anak tersebut (Nurkancana,1992:34). Tes sebagai data utama dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi atau memperoleh gambaran tentang peningkatan kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsic cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada akhir siklus.

5.  Refleksi
          Berdasarkan data obsevasi dan hasil tes siswa dalam memahami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw peneliti melakukan refleksi. Refleksi ini dapat menghasilkan berbagai kemungkinan.  Pertama, tindakan yang hasilnya positif atau sudah baik, dipertahankan dan yang tidak direvisi lagi. Kedua, tindakan yang masih dirasakan menghambat atau masih memiliki kekurangan perlu ada revisi dalam pembuatan rencana siklus berikutnya.

J.  Jadwal Penelitian
          Penelitian ini direncanakan selesai dalam tiga bulan. Sesuai dengan metode penelitian yang diterapkan yakni dengan siklus berulang, memungkinkan langkah-langkah penelitian tidak dilakukan secara terpisah, tetapi saling bersamaan dan interaktif. Adapun jadwal penelitian ditampilkan dalam matriks berikut ini.
Tabel 3 Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Bulan
Agut
Sept
Okt
1.
Persiapan




a. Pengajuan Proposal
X



b. Pengurusan izin penelitian
X


2.
Tahap Pelaksanaan




a. Perencanaan Tindakan
X
X
X

b. Implementasi Tindakan
X
X
X

c. Pengamatan
X
X
X

d. Refleksi
X
X
X

e. Analisis dan Interpretasi data
X
X
X

f. Perumusan hasil kegiatan


X
3.
Tahap Penyelesaian




a. Penyusunan kerangka laporan


X

b. Penulisan laporan


X

c. Revisi dan editing laporan


X

d. Penggandaan dan penjilidan


X

 DAFTAR PUSTAKA

Adiwardoyo, Winarno. 1990. Latihan Apresiasi Sastra. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.

Aminuddin. Hayati. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru.

Antara, I.G.P. 1988. Teori Sastra. Singaraja : IKIP UNUD.

Badudu, J.S, 1980 Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima.

Badrun, Ahmad 1983. Ilmu Sastra. Surabaya :Usaha nasional.

Darisman, Muh, dkk. 1998 Ayo Belajar Berbahasa Indonesia. Bogor: Yuddhistira.

Depdiknas. 2004. Pedoman Blok Grant Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :  Direktorat Profesi Pendidikan Dirjen PMPTK Depdiknas.




Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw. Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pascasarjana. UNESA: University Press.

Iskandar, 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada Press.

Netra, 1974. Metodologi Penelitian. Singaraja: IKIP UNUD.

Nurgiantoro, Burhan, 1983. Sastra Anak.Yogyakarta: PT Gramedia.

Nurkancana, I Wayan & Sunartana. 1992. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

Rosidi, Ajip. 1985. Minat Baca. Jakarta : Balai Pustaka.

Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana.

-------. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.

Suharianto, S. 1977. Membina Para Calon Pembina Apresiasi Sastra. Yogyakarta: FKSS IKIP Yogyakarta.

Sumardjo, 1983. Penuntun Pengajaran Sastra. Bandung : Pelita Masa.    

Slavin, Robert. 1994. Coperative Learning Teory, Research and Practise. Second Edition Boston. Allyn and Bacon.

Sumardjo dan Saini KM. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.

Trianto, M.Pd. 2011. Panduan lengkap Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: Prestasi. Pustaka.

Yuliani, Erna. 2011. Peningkatan menganalisis unsur intrinsik cerpen melalui model student teams-achievement divisions (STAD) kelas V SDN Juwet II Kabupaten Kediri. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Tidak Dipublikasikan.

Widya, Wendi, dkk. 2006. Bahasa Indonesia. Klaten: Intan Pariwara.

Zainudin, 1991. Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Previous
Next Post »