BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengajaran sastra
merupakan salah satu aspek dari pengajaran bahasa Indonesia di sekolah yang
memberikan andil sangat besar untuk membentuk kepribadian siswa. Manusia yang
memiliki intelegensi tinggi tanpa diimbangi dengan sikap dan kepribadian yang
mantap, ibarat pohon tanpa buah. Dengan demikian sudah seyogyanya pengajaran
bahasa Indonesia terutama menyangkut apresiasi sastra perlu mendapat perhatian
yang khusus dan serius.
Dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), pengajaran sastra merupakan bagian takterpisahkan
dari pengajaran bahasa Indonesia. Jadi, antara pengajaran sastra dengan
pengajaran bahasa Indonesia mempunyai hubungan yang erat. Keeratan hubungan
tersebut merupakan kelanjutan dari eratnya hubungan antara bahasa dan sastra. Sastra
pada hakikatnya merupakan kegiatan berbahasa dengan unsur estetika sebagai faktor utamanya, sehingga sastra bisa
disebut dengan seni bahasa.
Begitu pula halnya
dengan seorang sastrawan, yang diolah adalah bahasa. Melalui keterampilan dan
penguasaan bahasanya, sastrawan mampu mengolah dan meggarap bahasa menjadi
cipta sastra yang indah misalnya, certita rekaan yaitu cerpen. Dengan demikian
melalui pengajaran sastra, kita bisa memperoleh pengetahuan, mengetahui, menghayati,
dan menggunakan bahasa dari segi estetika, di samping unsur-unsur lain yang
berhubungan dengan cipta sastra itu
sendiri.
Pembelajaran sastra
khususnya kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen mengandung arti adanya
konsep pengenalan dan pemahaman terhadap cerpen. Pemahaman siswa pada cerpen
dapat ditumbuhkan dengan jalan pengenalan cerpen lewat keterlibatan siswa
secara terus-menerus efektif dan kreatif terhadap suatu kegiatan sastra.
Kegiatan memahami sastra (khususnya cerpen) berkaitan erat dengan latihan
mempertajam perasaan, penalaran dan daya imajinasi serta kepekaan terhadap
fenomena masyarakat, budaya dan lingkungan hidup.
Tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia adalah untuk menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk
memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa (BNSP, 2006: 110). Terkait dengan hal tersebut,
pembelajaran materi pelajaran sastra di Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdiri
atas: (1) mengapresiasi dongeng, (2) mengapresiasi cerita anak, (3)
mengapresiasi pantun, (4) mengapresiasi puisi, (5) mengapresiasi, (6) mengapresiasi
drama, (7) mengapresiasi novel, (8) dan mengapresiasi syair.
Pembelajaran bahasa
tentang kemampuan memahami cerpen di sekolah sangat perlu diketahui karena, daya
penafsiran, pemahaman dan penghayatan dapat mempengaruhi tingkat komunikasi
dengan orang. Cerpen dengan kandungan konsep kebahasaan yang singkat, dan
memiliki makna yang jelas maka dengan pengenalan dan pemahaman terhadap cerpen
dapat meningkatkan daya apresiasi siswa sehingga dapat mengungkapkan makna yang
tersirat dalam cerpen tersebut. Untuk itu perlu diadakan atau ditemukan cara
pembelajaran dan menafsirkan cerpen serta membaca yang tepat. Dengan model
pembelajaran cerpen yang efektif terhadap tingkat perkembangan dan kemampuan
siswa nantinya akan tumbuh pengembangan perasaan yaitu keterampilan menjiwai
karakter dan substansi dari ungkapan orang lain yang sesungguhnya. Demikian
sesungguhnya bahwa, kehadiran karya sastra
khususnya cerpen sebagai salah
satu karya seni, bukan hanya untuk dipahami atau dihafalkan tetapi sebaiknya
kehadiran karya sastra ini betul-betul dapat dihayati, dan dapat dinikmati
sepuas-puasnya. "Ia memberikan kesantaian pada ketegangan psikis dan
emosi, membangkitkan daya kreasi dan memberikan keindahan estetis".
Cerpen merupakan salah
satu bagian dari sastra yang memberikan gambaran tentang visi kehidupan manusia
sekaligus merupakan bahan untuk mengetahui keadaan suatu masyarakat. Di samping
itu cerpen menjadi pusat perhatian pada
bagian tertentu dari kehidupan manusia yang dianggap penting oleh
pengarangnya, atau dengan kata lain bahwa cerpen mengungkapkan tabir
kehidupan.
Pada kenyataannya ada
asumsi bahwa pengajaran sastra khususnya memahami unsur intrinsik cerpen tidak
atau belum pernah mengantarkan siswa kepada penghayatan yang sewajarnya
terhadap sastra itu sendiri. Tidak dapat disangkal bahwa pemahaman tentang
sastra khususnya unsur intrinsik cerpen
di kalangan para siswa, masih merupakan masalah yang cukup rumit.
Dikatakan demikian, karena dalam kenyataannya pembelajaran sastra khususnya
memahami unsur intrinsik cerpen belum dapat sepenuhnya dilakukan di
sekolah-sekolah. Dengan demikian, betapa pentingnya suatu strategi pembelajaran
yang perlu diterapkan oleh seorang guru agar tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara optimal.
Sesuai dengan hasil
pencermatan terhadap Standar Isi didapatkan data bahwa kegiatan mengapresiasi
cerpen secara reseptif pada kelas IX semester gasal terbagi atas dua Kompetensi
Dasar (KD). KD-KD tersebut adalah sebagai berikut. KD 7.1 Menemukan tema,
latar, penokohan pada cerpen-cerpen dalam satu buku kumpulan cerpen; dan KD 7.2
Menganalisis nilai-nilai kehidupan pada cerpen-cerpen dalam satu buku kumpulan
cerpen.
Berdasarkan hasil
observasi awal yang telah dilakukan pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1
Dukuhseti, ternyata pembelajaran sastra khususnya memahami unsur intrinsik
cerpen belum mendapatkan perhatian khusus di hati siswa. Ini terlihat jelas
pada buku daftar nilai siswa, nilai rata-rata siswa dalam memahami unsur
intrinsik cerpen masih di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah
ditetapkan yaitu 75. Nilai rata-rata kemampuan memahami unsur intrik cerpen siswa
kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti sebesar 65,50. Siswa mencapai KKM sebanyak 9
orang (45%), sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 11 orang (55%).
Di samping itu pula, aktivitas
belajar siswa ketika guru membahas tentang materi cerpen masih pasif, dan tidak
menggairahkan. Banyak siswa mengeluh merasa bosan, malas, tidak semangat,
karena dalam proses pembelajaran guru cenderung menggunakan metode ceramah
sehingga dirasakan monotun dan kurang variatif. Siswa masih kebingungan mana
yang dimaksud dengan plot, setting, alur, dan lain sebagainya. Bahkan siswa
banyak tidak dapat menceritakan kembali isi cerpen yang telah dibacanya. Dari
kenyataan itu, guru hendaknya dapat memotivasi siswa untuk lebih sering membaca
dan memilih strategi yang tepat agar pemahaman siswa tentang unsur itrinsik
cerpen dapat ditingkatkan.
Berdasarkan fenomena
yang ada di kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti tersebut, guru sebagai peneliti bermaksud
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
sebagai salah satu solusi pemecahan masalah rendahnya kemampuan mengapresiasi
unsur intriksik cerpen. Pembelajaran kooperatif tipe/teknik Jigsaw adalah teknik pembelajaran yang
berupa permainan antar kelompok, serupa dengan pertukaran kelompok dengan
kelompok, di mana setiap siswa ditugasi mengajarkan pengetahuan baru yang
diperoleh dari hasil diskusi kelompok untuk diajarkan kepada siswa lain pada
kelompok lain. Ini merupakaan alternatif menarik bila ada materi belajar yang
bisa disegmentasikan atau dibagi-bagi dan bila bagian-bagiannya harus diajarkan
secara berurutan. Tiap siswa mempelajari sesuatu yang berbeda dengan lainnya
yang bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh siswa lain, membentuk
kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu. Jadi, hal yang menarik dari
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
adalah adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa
peningkatan prestasi belajar peserta didik (student
achievement) juga mempunyai dampak pengiring seperti realisasi sosial,
penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, norma
akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang
lain.
Terkait dengan latar
belakang masalah tersebut, upaya meningkatkan mutu pembelajaran mengapresiasi
cerpen itu dikemas dalam penelitian tindakan kelas berjudul Peningkatan Kemampuan Memahami Unsur Intrinsik
Cerpen Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas IX-B
Semester Gasal SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati Tahun Pelajaran 2015/2016.
B. Identifikasi Masalah
Sesuai
dengan latar belakang masalah tersebut, masalah-masalah yang dapat
diidentifikasi adalah sebagai berikut.
1. Guru menggunakan metode ceramah pada saat mengajar.
2. Guru belum menggunakan media pembelajaran saat mengajar.
3. Aktivitas belajar siswa masih rendah.
4. Rata-rata kemampuan menganalisis unsur intriksik cerpen siswa kelas
IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti pada kondisi awal sebesar 65,50. Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sebesar 75. Jika dibandingkan dengan
KKM, dari 20 orang siswa yang telah mencapai KKM sebanyak 9 orang (45%)
sedangkan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 11 orang (55%).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, permasalahan yang dapat
diangkat dalam penelitian ini ada dua hal.
1. Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas memahami
unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten
Pati tahun pelajaran 2015/2016?
2. Apakah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan kemampuan
memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti
Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini ada dua macam.
1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar memahami
unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten
Pati tahun pelajaran 2015/2016 melalui implementasi pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw.
2. Untuk meningkatkan kemampuan memahami unsur
intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati
tahun pelajaran 2015/2016 melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat dan kontribusi pada pengembangan pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia, khususnya pembelajaran apresiasi cerpen.
2. Manfaat
Praktis
a. Bagi guru bahasa dan Sastra Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan serta wawasan guru bahasa dan Sastra Indonesia dalam mengelola
pembelajaran, khususnya dalam memilih metode pembelajaran yang variatif.
b. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan memahami isi cerpen khususnya unsur intrinsik cerpen
sehingga mereka menjadi lebih aktif, kreatif, senang dan bergairah dalam
belajar.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian
Teori
Penelitian yang diangap
baik tentunya berdasarkan teori-teori yang relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Teori juga berfungsi sebagai penguat dan pembatas dalam sebuah penelitian
sehingga alur pembahasan akan tetap mengacu pada suatu pengertian yang jelas,
bulat, dan utuh. Jadi, dengan demikian pada bab ini secara berturut-turut akan
dipaparkan teori-teori yang merupakan patokan atau kriteria yang melandasi
keseluruhan penelitian ini. Teori-teori itu meliputi: (1) pembelajaran
kooperatif, (2) karakteristik pembelajaran
kooperatif (3) manfaat
pembelajaran kooperatif (4) pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw, (5) aktivitas
belajar, (6) hakikat cerpen, (7) pembagian cerpen, (8) ciri-ciri cerpen, dan (9)
unsur-unsur intrinsik cerpen.
1. Pembelajaran
Kooperatif
Pembelajaran
pada hakikatnya adalah kegiatan guru dalam membelajarkan siswa (Suherman, 2008:
2). Ini berarti bahwa proses pembelajaran adalah membuat atau menjadikan siswa
dalam kondisi belajar. Siswa dalam kondisi belajar dapat diamati dan
dicermati melalui indikator aktivitas yang dilakukan, yaitu perhatian
fokus, antusias, bertanya, menjawab, berkomentar, presentasi, diskusi, mencoba,
menduga, atau menemukan. Sebaliknya siswa dalam kondisi tidak belajar adalah
kontradiksi dari aktivitas tersebut, mereka hanya berdiam diri, beraktivitas
tak relevan, pasif, atau menghindar.
Menurut
Tim Penyusun (2005:41), pembelajaran yang bernaung dalam metode
konstruktivistik adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep
bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika
mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam
kelompok (4 orang dalam satu kelompok) untuk saling membantu memecahakan
masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok
sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Slavin
(2008:8) mengatakan bahwa dalam metode
pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang
untuk menguasai materi yang
disampaikan oleh guru. Ide yang melatarbelakangi bentuk pembelajaran kooperatif
semacam ini adalah apabila para siswa
ingin agar timnya berhasil, mereka
akan mendorong anggota timnya untuk lebih baik dan akan membantu mereka melakukannya.
Menurut Silberman (2006:31) kegiatan belajar
bersama dapat menbantu belajar aktif. Apa yang didiskusikan siswa dengan
teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan
mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
Berdasarkan pernyataan tersebut diketahui bahwa pembelajaran kooperatif
adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan
faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuan
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja
sama dan saling membantu untuk memahami
materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur
dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Slavin (2008:80-92) dirangkum
berikut ini.
a. Peserta didik harus
memiliki persepsi "mereka akan berhasil semua atau gagal semua"
b. Peserta didik harus
memiliki tanggung jawab terhadap peserta didik lain dalam kelompoknya, selain
tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c. Peserta didik harus
berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d. Peserta didik
membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
e. Peserta didik
diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap
evaluasi kelompok.
f. Peserta didik
berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama
selama belajar.
g. Setiap peserta didik
akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani
dalam kelompok kooperatif.
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Ada
tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif. Menurut
Slavin (2008) karakeristik pembelajaran kooperatif tersebut, yaitu penghargaan
kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
a. Penghargaan
kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan
tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan
kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang
ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai
anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling
mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
Terkait dengan kompetisi siswa di
dalam kelompok, Puskur (dalam Muslich 2008:72) mengemukakan bahwa siswa perlu
berkompetisi, bekerja sama, dan mengembangkan solidaritasnya. Hal ini berarti
bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan guru perlu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan semangat kompetisi sehat untuk memperoleh
insentif, bekerja sama, dan solidaritas, sambil menyediakan tugas-tugas yang
memungkinkan siswa bekerja secara mandiri.
b. Pertanggungjawaban Individu
Keberhasilan
kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok.
Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok
yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu
juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas
lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai
keberhasilan
Pembelajaran
kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan
berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu.
Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi
rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan
melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
3. Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mempunyai
beberapa manfaat. Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2008:100) yang
dinyatakan bahwa pembelajaran kooperatif bukan hanya teknik pengajaran yang
ditujukan untuk meningkatkan cara pencapaian prestasi para siswa. Ini juga
merupakan jalan untuk menciptakan keceriaan, lingkungan yang pro-sosial di
dalam kelas.
Manfaat pembelajaran kooperatif lain
yaitu meningkatkan keterampilan kooperatif. Hal ini sesuai dengan pendapat
Karuru (2008). Secara eksplisit keterampilan kooperatif yang dapat dicapai
dikutip di bawah ini.
a. Keterampilan
Tingkat Awal
1)
Menggunakan Kesepakatan
Yang dimaksud dengan
menggunakan kesepakatan adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk
meningkatkan kerja dalam kelompok.
2)
Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau
mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan orang lain. Hal ini
berarti bahwa harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja
dikritik yang diberikan itu ditunjukkan terhadap ide dan tidak individu.
3)
Mengambil giliran dan berbagai tugas.
Pengertian ini mengandung arti bahwa
setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban
tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
4)
Berada dalam kelompok.
Maksud di sini adalah setiap anggota
tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.
5)
Berada dalam tugas.
Artinya bahwa meneruskan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yang
dibutuhkan.
6)
Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi artinya
mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas
kelompok.
7)
Mengundang orang lain.
8)
Menyelesaikan tugas pada waktunya.
9)
Menghormati perbedaan individu.
b. Keterampilan Tingkat Menengah
Keterampilan tingkat menengah
meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan
dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat
rangkuman, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi
ketegangan.
c. Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi
mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan
tujuan, dan berkompromi.
4. Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw
a. Pengertian Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh
Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi
oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Model mengajar Jigsaw
dikembangkan oleh Aronson. Model ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca,
menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam model ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skema ini agar bahan pelajaran
menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa
dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Jigsaw adalah suatu model pembelajaran yang terdiri
dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada
anggota lain dalam kelompoknya. Model Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6
orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari
dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Hasan,
2003: 33).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa
tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap
memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.
Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus
bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.”
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik
yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain
tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa
itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok
yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim
ahli (Kuntjojo, 2010: 34). Pada model Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan
siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam.
Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu
kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang
ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan
tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada
anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli
|
digambarkan
sebagai berikut.
|
Gambar
1 Ilustrasi Kelompok
Jigsaw
c. Tahapan-Tahapan Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw
Tahapan-tahapan dalam penerapan model Jigsaw adalah
sebagai berikut.
1) Guru membagi
suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4–6
siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah
anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran
yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Dalam model Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian
materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama
belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. (Dalam kelompok
ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun
rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal.
Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal
suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai
sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran,
maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan
8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali
ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari
dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada
kelompok ahli maupun kelompok asal.
Gambar 2 Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
2) Setelah siswa
berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan
presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok
untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat
menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
3) Guru
memberikan kuis untuk siswa secara individual.
4) Guru
memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor
kuis berikutnya.
5) Materi
sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi
pembelajaran.
Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk
belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang
runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai (Usman, 2002:
88-89).
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah
selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa.
Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan
model pembelajaran Jigsaw diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Kurangnya
pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Jigsaw.
2) Jumlah siswa
yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses
pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai
arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3) Kurangnya
sosialisasi dari pihak terkait tentang Model pembelajaran Jigsaw.
4) Kurangnya
buku sumber sebagai media pembelajaran.
5) Terbatasnya
pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung
proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan model Jigsaw dapat berjalan dengan baik, maka
upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Pembagian
jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
2) Diadakan
sosialisasi dari pihak terkait tentang model pembelajaran Jigsaw.
3) Meningkatkan
sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
4) Mensosialisasikan
kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat
mendukung proses pembelajaran (Usman, 2002: 92-93).
d. Kelemahan dan Kelebihan Model Jigsaw
Kelemahan pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw:
1) Memerlukan
persiapan yang lebih lama dan lebih kompleks misalnya seperti penyusunan kelompok asal dan
kelompok ahli yang tempat duduknya nanti akan berpindah.
2) Memerlukan
dana yang lebih besar untuk mempersiapkan perangkat pembelajaran (Djamarah,
2006: 89).
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
1) Memberikan
kesempatan yang lebih besar kepada guru dan siswa dalam memberikan dan menerima
materi pelajaran yang sedang disampaikan.
2) Guru dapat
memberikan seluruh kreativitas kemampuan mengajar.
3) Siswa dapat
lebih komunikatif dalam menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam mempelajari
materi.
4) Siswa dapat
lebih termotivasi untuk mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang
dipelajari teman satu timnya (Djamarah, 2006: 90).
5. Aktivitas Belajar Siswa
John Travers dalam
Suprijono (2011: 7) menggolongkan aktivitas belajar menjadi belajar gerakan,
belajar pengetahuan, dan belajar pemecahan masalah. Ada pula yang menggolongkan
menjadi aktivitas belajar informasi, aktivitas belajar konsep, aktivitas
belajar prinsip, aktivitas belajar keterampilan dan aktivitas belajar sikap.
Menurut Mulyono,
Anton M dalam Rioseptiadi (2008 : 1), Aktivitas artinya “kegiatan / keaktifan”.
Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik
fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas.
Aktivitas adalah
melakukan suatu kegiatan tertentu secara aktif. Aktivitas menunjukkan adanya
kebutuhan untuk aktif bekerja atau melakukan kegiatankegiatan tertentu
(Haditono, dkk 2001: 1). Menurut Dierich (dalam Hamalik, 2010:172) membagi
kegiatan belajar dalam 8 kelompok antara lain.
a. Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,
pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan
lisan (oral)
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu keja-dian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara,
diskusi, dan interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan
mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi
kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarka radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman,
mengerjakan tes, mengisi angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.
f. Kegiatan-kegiatan
metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat
model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
g. Kegiatan-kegiatan
mental
Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, faktor-faktor,
melihat, membuat keputusan.
h. Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tegang dan lain-lain.
Sesuai dengan kajian
teori tentang aktivitas belajar tersebut, indikator yang digunakan untuk
mengamati aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah sebagai berikut.
a) Mempersiapkan diri dalam menerima pembelajaran
(emotional activities).
Komponen mempersiapkan diri dalam menerima pembelajaran adalah memasuki
ruang kelas sebelum pelajaran dimulai, membawa peralatan dan buku pembelajaran
untuk belajar, mempelajari materi terlebih dahulu dengan membaca materi yang
akan dipelajari, dan memperhatikan penjelasan guru serta tidak gaduh.
b) Merespon apersepsi dari guru (listening, visual, oral dan mental
acitivities).
Kegiatan merespon apersepsi dari guru dapat
terlihat dari mendengarkan apersepsi yang diberikan oleh guru, menjawab
pertanyaan dari guru ketika guru melakukan apersepsi, bertanya mengenai hal-hal
yang belum dimengerti, dan berani mengungkapkan gagasan yang mereka miliki.
c) Mengerjakan tes tanya jawab (oral activities).
Dalam mengerjakan tes tanya jawab hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah mengerjakan tes tanya jawab dan tidak mengganggu
temannya, mengerjakan tes tanya jawab tanpa mencontek pekerjaan temannya,
mengerjakan tes tanya jawab tanpa membuka buku, serta mengerjakan tes tanya
jawab dengan tepat waktu.
d) Memperhatikan penjelasan guru (listening activities).
Siswa memperhatikan penjelasan guru dengan
kriteria memperhatikan penjelasan dari guru dengan tidak berbicara dengan
teman, mencatat hal-hal penting, memperhatikan penjelasan guru, dan
memperhatikan penjelasan guru serta menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
e) Berkelompok sesuai dengan kelompok yang
dibentuk oleh guru (emotional activities).
Komponen dalam berkelompok meliputi
berkelompok sesuai dengan kelompok yang dibentuk oleh guru, tidak mencemooh
teman satu kelompoknya, duduk dibangku yang telah ditentukan oleh guru dan
berinteraksi dengan kelompoknya untuk melaksanakan tugas dari guru.
f) Mempelajari materi yang diberikan oleh guru (visual activities dan mental activities).
Dalam poin ini siswa mempelajari materi
dari guru, mencatat hal-hal penting, menggaris bawahi materi yang belum
dimengerti, dan membaca materi dari buku/referensi lain.
g) Berdiskusi kelompok (mental activities).
Dalam berdiskusi kelompok siswa ikut berpikir
untuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS, ikut mengoreksi pekerjaan temannya
secara bergantian, membantu temannya yang belum mengerti tentang suatu materi,
dan tidak mengganggu temannya yang sedang diskusi kelompok.
h) Berdiskusi kelas (oral activities).
Ketika kegiatan diskusi kelas siswa memperhatikan
temannya yang sedang presentasi, siswa mau bertanya jika belum jelas, siswa mau
menanggapi hasil diskusi kelompok lain yang dipresentasikan, dan mau menerima
pendapat dari orang lain.
i) Menjawab pertanyaan guru (oral activities, mental activities).
Siswa mampu menjawab pertanyaan guru dengan
jawaban yang tepat, dengan bahasa yang mudah dipahami, runtut, dan tidak
membaca buku.
j) Membuat
kesimpulan pembelajaran (oral activities,
mental activities).
Siswa tidak membuat
gaduh, siswa menulis poin-poinnya saja, dan siswa mencatat rangkuman materi
yang didapatkan dari guru.
Indikator-indikator
aktivitas siswa merupakan indikator sebagai instrumen untuk mengamati aktivitas
siswa saat pelajaran memahami unsur intriksik cerpen. Dengan indikator-indikator
aktivitas siswa tersebut, pengamat dapat menilai dan melihat aktivitas siswa
ketika belajar. Aktivitas-aktivitas siswa ini berhubungan dengan aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga nantinya siswa mendapat nilai
karakter yang baik untuk diterapkan dalam masyarakat.
6. Hakikat Cerpen
Cerpen adalah suatu
cerita yang pendek dan hanya melukiskan sebagian dari kejadian dalam kehidupan
yang luas. Pengertian cerpen adalah bentuk prosa yang pendek yang paling
sederhana merupakan kerja fiksi, dengan efek satusatunya kesan impression jadi
mengungkap satu sari kehidupan saja, Bukan berarti terdiri dari satu halaman saja,tetapi bisa
sampai beberapa halaman. (Tarigan, 1984:170) Kata pendek dalam batasan ini tidak
jelas ukurannya. sehubungan dengan hal ini maka di bawah ini dikemukakan
beberapa pendapat mengenai pengertian cerpen.
Cerita pendek adalah
cerita yang pendek dan merupakan satu kebulatan ide (Rosidi: 1985: 176).
Menurut Darisman (1998:59) menyatakan bahwa cerpen adalah cerita singkat yang dibuat
pengarang tentang sesuatu hal yang pernah dialaminya atau hanya khyalan si
pengarang saja. Cerita pada cerpen lebih memusatkan pada satu tokoh cerita
dalam satu situasi, dan menurut Erlly Segwiek (dalam Tarigan, 1985 : 177)
cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau kelompok keadaan
yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca.
Cerita pendek tidak boleh dipenuhi oleh
hal-hal yang tidak perlu atau "a
shorty-story must not be cluttered up with irrelevance" (Notosusanto
dalam Tarigan, 1984:176). Sifat-sifat pokok cerita pendek memakai bahasa yang
singkat dan lengkap. Selain itu Nugroho Notosusanto mengatakan bahwa
"Cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau
kira-kira 17 halaman kwarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap"
(Strong dalam Tarigan, 1984:176).
Dengan memberikan
uraian dari beberapa pendapat mengenai pengertian cerpen, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian cerpen adalah cerita yang merupakan kebulatan ide
yang dibuat oleh pengarang tentang suatu hal yang dialaminya atau hanya
bersifat khayalan yang memberikan kesan tunggal pada jiwa pembaca.
7. Pembagian cerpen
Berdasarkan sudut
pandang yang umum cerpen dapat di klasifikasikan menjadi 3 yaitu, (1)
berdasarkan jumlah kata, (2) berdasarkan nilai sastra dan (3) berdasarkan
tekhnik mengarangnya.
a. Berdasarkan Jumlah Kata
1)
Cerita yang pendek adalah
cerita pendek yang jumlah kata-katanya dibawah 5.000 kata atau maksimal 5.000 kata, kira-kira 16
halaman kwarto dengan spasi rangkap. Apabila dibaca memerllukan waktu kirakira
15 menit atau seperempat jam.
2)
Cerpen yang panjang adalah
cerita pendek yang jumlah kata-katanya antara 5.000 kata sampai 10.000 kata atu
kira-kira 33 halaman kwarto dengan spasi rangkap, yang dibaca kira-kira 30
menit atau setengah jam. (Tarigan,1985:178).
b. Berdasarkan Nilai Sastra
1)
Cerpen hiburan adalah
cerpen yang dibuat untuk bisa menghibur pembaca.
2)
Cerpen sastra yaitu sebuah
cerpen yang dibuat untuk mereka yang senang dengan karya-karya sastra dan
cerpen tersebut dapat di ananlisis oleh pembacanya.
c. Berdasarkan Tekhnik Mengarangnya
1)
Cerpen sempurna (well made short-story) yaitu cerpen yang
terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah di
pahami. Cerpen ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada
realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami
isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam.
2)
Cerpen tak utuh (slice of life short-story), yaitu cerpen
yang tidak terfokus pada satu tema, alurnya (plot) tidak terstruktur, dan
kadangkadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya
bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang
orisinal sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide (cerpen gagasan). Cerpen
jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca
berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam
sastra menyebut cerpen kental atau cerpen berat.
8. Ciri-ciri Cerpen
Ketika membicarakan
pengertian cerita pendek, sebenarnya sudah terkandung pembicaraan tentang
ciri-ciri cerpen. Pembicaraan dalam cerpen dilakukan secara hemat dan ekonomis
sehingga pada umumnya dalam sebuah cerpen hanya ada dua atau tuga tokoh, hanya
ada satu peristiwa dan hanya ada satu efek bagi pembacanya.
Menurut Tarigan
(1985:177) dalam Prinsip-Prinsip Dasar Sastra mengemukakan beberapa ciri khas
cerpen, adalah sebagai berikut:
1) Ciri utama
cerpen adalah singkat, padat dan intensif.
2) Bahasa
dalam cerpen harus tajam, sugesti, dan menarik perhatian.
3) Unsur-unsur
cerpen adalah: adegan, tokoh dan gerak.
4) Cerpen
harus mempunyai seorang tokoh utama.
5) Dalam
cerpen sebuah kejadian atau peristiwa harus dapat menjadikan pusat perhatian
yang menarik sehingga dapat memancing perhatian para pembacanya dan kemudian
kejadian atau peristiwa harus dapat menguasai jalan ceritanya.
6) Cerpen
hanya tergantung pada satu situasi.
7) Cerpen
harus menimbulkan perasaan beda pembaca yaitu berawal dari jalan cerita yang
menarik.
8) Cerpen
harus mempunyai satu efek atau kesan atau kesan yang menarik.
9) Cerpen harus menimbulkan efek dalam pikiran pembaca.
10) Cerpen
harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsep kehidupan baik langsung
maupun tak langsung.
11) Cerpen
menyajikan satu emosi.
12) Cerpen
harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama
menarik perasaan dan baru menarik
pikiran
13) Dalam
cerpen ceritanya hanya terdiri dari inti suatu kejadian yang merupakan cerpen.
14) Panjang
cerita kurang lebih 10.000 kata.
Pendapat lain
mengenai ciri-ciri cerita pendek di kemukakan pula oleh Lubis dalam Tarigan
sebagai berikut.
1) Cerita
Pendek harus mengandung interprestasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2) Dalam
sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita.
3) Cerita
pendek harus mempunyai seorang yang menjadi pelaku atau tokoh utama.
4) Cerita
pendek harus satu efek atau kesan yang menarik.
Menurut Morris dalam
Tarigan ciri-ciri cerita pendek adalah sebagai berikut.
1) Ciri-ciri
utama cerita pendek adalah singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, and intensity).
2) Unsur-unsur
cerita pendek adalah adegan, toko, dan gerak (scena, character, and action).
3) Bahasa
cerita pendek harus tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incicive, suggestive, and alert).
9. Unsur-unsur Intrinsik Cerpen
Cerita pendek
merupakan salah satu bentuk prosa (fiksi) telah mampu menduduki posisi tertentu
dalam kasanah sastra Indonesia. Dalam posisinya yang cukup strategis dalam
cerita pendek dihidangkan secara bebas dan terbuka sehingga mudah dikenal dan
dimengerti oleh masyarakat.
Setiap karya sastra
selalu didukung oleh unsur-unsur tertentu, unsur-unsur pendukung itu antara
lain: unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah aspek-aspek
yang membangun sastra itu dari dalam, sedangkan unsur ekstrinsik adalah
aspek-aspek yang mempengaruhi cipta sastra yang bersumber dari luar cipta
sastra itu sendiri (Badrun, 1983:13). Dalam penelitian ini difokuskan pada
unsur intrinsik dari cerpen. Unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra
dari dalam adalah sebagai berikut: (1) tema, (2) alur, (3) penokohan
(perwatakan), (4) latar (setting), (5) sudut pandang, dan (6) amanat.
Untuk lebih jelas,
unsur-unsur intrinsik cerpen tersebut akan diuraikan secara terperinci seperti
tertera berikut ini.
a. Tema
Tema adalah gagasan
utama yang menjadi pokok permasalahan dalam sebuah cerita. Tema dalam suatu
karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri oleh pembacanya.
Oleh karena itu,pengarang tidak mengatakan secara jelas tema karangannya,
tetapi merasuk, menyatu dalam semua unsure cerpen dan dengan demikian akan
menghasilkan suatu cerpen yang baik. pengarang dalam menulis ceritanya bukan
sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu
yang mau dikatakan itu bisa berupa pandangan hidupnya atau komentar tentang
kehidupannya. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semua didasari oleh ide atau
gagasan pokok pengarang. Sebuah cerpen harus selalu mengatakan sesuatu pendapat
yaitu pendapat pengarang tentang hidup ini sehingga orang lain dapat mengerti
hidup ini lebih baik. (Sumardjo dan Saini, 1988:57). Di samping itu Darsiman
(2007:19) berpendapat bahwa tema sangat berpengaruh terhadap unsur lain dalam
cerita, seperti alur, penokohan dan penokohan. Sedangkan Atar Semi berpendapat
bahwa tema adalah gagasan yang menjadi dasar penyusunan karangan. Dalam penyusunan
sebuah cerita pendek sangat tergantung
dari jenis tema yang akan dikembangkan (Atar, 1984:34).
Menurut Adiwardoyo,
tema adalah gagasan sentral pengarang yang mendasari penyusunan suatu cerita
dan sekaligus menjadi sasaran dari cerita itu. Tema merupakan perpaduan antara
pokok persoalan dan tujuan yang ingin dicapai pengarang lewat cerita itu
(1990:13).
Untuk mengetahui
tema kita bisa menyusun pertanyaan-pertanyaan seperti pertanyaan berikut ini.
1) Persoalan
apakah yang peling menonjol dalam cerita itu?
2) Pesan
apakah yang disampaikan pengarang kepada pembaca?
3) Persoalan-persoalan
apa saja yang diungkapkan pengarang dalam cerita itu?
Dengan demikian,tema
dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah karya fiksi.
Gagasan ini, yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang
dipergunakan untuk mengembangkan ide ceritanya.
b. Alur/Plot
Alur/plot adalah rangkaian
peristiwa demi peristiwa dalam membangun cerita,biasanya sering disebut juga
jalan cerita. Munculnya sebuah peristiwa dalam sebuah cerita harus mempunyai
hubungan dengan peristiwa lainnya, artinya terjadinya suatu peristiwa alasan
mengapa pelaku itu melakukan suatu perbuatan. Urutan peristiwa itu dimulai
dengan memberikan suatu keadaan, kemudian keadaan itu mengalami perkembangan
yang pada akhirnya ditutup dengan penuh penyelesaian. Jalan suatu cerita selalu
dengan pola perkenalan, keadaan, perkembangan dan penutup.
Alur merupakan
urutan-urutan cerita yang memiliki hubungan sebab akibat. Alur adalah jalan
cerita yang merangkai peristiwa-peristiwa dalam cerita menjadi sebuah cerita
yang utuh (Wendy Widya, 2006: 27).
Alur atau plot,
yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi
suatu satu kesatuan yang padu, bulat dan utuh. Alur atau plot dapat
dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan sudut tinjauan atau criteria.
Alur atau plot tersebut dapat dibedakan menjadi tiga bagian,yaitu: “alur maju,
alur mundur, dan alur gabungan”. Alur maju bermula dari titik awal peristiwa
dan berjalan secara teratur sampai titik akhir cerita. Disebut alur mundur
apabila peristiwa-peristiwa yang disusun berdasarkan sebab akibat mencerikan
masa lampau dari titik akhir menuju titik permulaan. Sedangkan alur gabungan
adalah apabila perirtiwa-peristiwa yang ada disusun secara campuran antara
sebab akibat, waktu kini ke waktu lampau dan waktu lampau ke waktu kini (Wendy
Widya, dkk, 2006: 28).
Berdasarkan uraian
di atas mengenai pengertian alur, maka dapat ditarik kesimpulan alur adalah
rangkaian peristiwa demi peristiwa dalam cerita yang mempunyai hubungan sebab
akibat sehingga membentuk cerita yang utuh.
c. Penokohan
(Perwatakan)
Penokohan (perwatakan)
yaitu: cara melukiskan sikap dan watak para pelakunya atau kepribadian
tokoh-tokohnya, meliputi sifat lahir dan sifat bahtinnya. Para tokoh yang
terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang paling penting dalam suatu
cerita disebut tokoh inti atau tokoh utama (tokoh protagonis).
Tokoh cerita
merupakan seorang yang berperan dalam cerita. Tokoh cerita mempunyai watak atau
sifat (Wendy Widya, dkk. 2006:27). Tokoh dibagi menjadi dua yaitu: tokoh baik
(protagonis) dan tokoh jahat (antagonis). Selain itu tokoh dapat juga dibedakan
menjadi tokoh utama dan tokoh pendukung.
Ada dua cara
memperkenalkan pelaku dalam cerita yaitu: secara analitik dan secara dramatik
(Antara, 1988:23):
1) Secara Analitik, yaitu pengarang langsung
memaparkan watak atau karakter tokohnya, pengarang menyebutkan tokoh tersebut
keras hati.
2) Secara Dramatik, yaitu pengarang tidak
menjelaskan watak pelaku ceritanya secara langsung, watak-watak pelaku
ceritanya digambarkan melalui hal-hal lain, seperti pilihan nama tokohnya, cara
berpakaiannya, tingkah laku terhadap tokoh lain melalui dialog.
Dalam sebuah cerita
menggambarkan tokoh dipergunakan oleh pengarang untuk memandang, menguraikan
persoalan, dan menyelesaikan sehingga dapat menghidupkan tokoh dan peristiwa.
Pengarang menempatkan tikohnya dengan karakter yang cocok dengan cerita yang
ditulisnya.
Berdasarkan uraian tentang
pengertian penokohan (perwatakan) dapat disimpulkan bahwa penokohan
(perwatakan) adalah individu yang mengalami suatu peristiwa atau lukisan watak
seseorang/pelaku baik sifat lahir maupun
sifat batinnya.
d. Latar atau Setting
Latar merupakan
segala keterangan mengenai waktu, tempat atau ruang dan suasana dalam cerita.
Latar tempat merupakan penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa. Latar
waktu merupakan penjelasan tentang waktu terjadinya peristiwa. Latar suasana
merupakan penjelasan tentang suasana saat suatu peristiwa terjadi (Wendy Wydia,
dkk. 2006: 27).
Latar disebut juga
sebagai landas tumpu yang menyangkut pada pengertian tempat (Geografis),
hubungan waktu (historis), dan lingkungan sosial (kemasyarakatan) tempat
terjadinya peristiwa atau terjadinya cerita. Meskipun ketiga unsur latar ini
berbeda namun kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain
(Wendy Widya, dkk.2006: 35).
Menurut Nurgiantoro
(1995:216) Latar/setting merupakan waktu/keadaan alam atau cuaca terjadinya suatu
peristiwa, karena setiap perbuatan atau aktivitas manusia akan terjadi pada
tempat, waktu dan keadaan tertentu sehingga cerita itu tampak lebih hidup dan
logis untuk menggerakkan emosi pembaca. Hal ini penting untuk memberikan kesan
realisitis kepada pembaca, meciptakan suasana tertentu yang seolah-olah
sungguh-sungguh ada dan terjadi, sehingga pembaca dapat merasakan dan menilai
kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa
lebih akrab.
Dari beberapa
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa latar/setting adalah peristiwa yang
diungkapakan oleh pengarang dalam karyanya mengenai waktu, tempat, serta
suasana terjadinya suatu peristiwa ke dalam suatu cerita. Sebagai penuntun
untuk memahami latar/setting adalah:
1)
Kapan peristiwa itu
terjadi?
2)
Di mana peristiwa itu
terjadi?
3)
Bagaimana situasi alam di
daerah itu?
e. Sudut Pandang
Sudut pandang yaitu
dari sudut mana pengarang memandang yang menjadi pusat pengisah atau yang
menjadi landasan tumpu cerita. Sudut pandang
adalah cara pengarang memandang cerita atau landasan tumpu. Adapun macam-macam
sudut pandang adalah:
1)
Author- participant (pengarang turut ambil
bagian dalam cerita). Dalam hali ini ada dua kemungkinan yaitu pengarang
menjadi pribadi pelaku utama sehingga ia menggunakan kata ”aku” atau pengarang
hanya mengambil bagian kecil saja, maksudnya pengarang menggunakan kata “aku”
dalam cerita tetapi bukan sebagai pelaku utama.
2)
Author – ominiscient (orang ketiga). Pengarang
menceritakan ceritanya dengan memperguanakan kata “dia” untuk pelaku utamanya
tetapi ia turut hidup dalam pribadi pelakunya.
3)
Author- observer. Ini hampir sama dengan author- omaniscient, bedanya pengarang
hanya sebagai peninjau seolah-olah ia tidak dapat mengetahui jalan pikiran
pelakunya.
4)
Multiple. sudut pangang secara campur baur.
f. Amanat
Amanat ialah
pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra.
Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna
muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya
sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya
sastra tersebut.
Amanat (pesan) ialah
sesuatu yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Penyampaian amanat
(pesan) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara lisan dan cara tulisan.
Cara pertama, penyampai amanat langsung berhadapan dengan penerima sebagai
lawan bicara atau pendengar, sedangkan cara kedua, penyampai amanat tidak
berhadapan langsung dengan penerima, tetapi menggunakan perantara/alat bantu ;
dapat berupa cerita, buku (fiksi dan nonfiksi).
Untuk menemukan amanat pada sebuah karya sastra, misal cerpen, kita
harus lebih dulu memahami : tema, rasa, dan nada cerpen itu. Tema berbeda
dengan amanat. Tema berhubungan dengan arti karya sastra, sedangkan amanat
berhubungan dengan makna karya sastra (meaning
dan significance) yang berifat
kias, subjektif, dan umum. Makna karya sastra selalu berhubungan dengan orang
per orang, konsep seseorang, dan situasi penyair mengimajinasikan karyanya. Amanat (pesan) sebuah karya sastra, selain
yang dibicarakan di atas, dapat pula ditentukan melalui perndekatan teori
sastra (sejarah sastra, angkatan, atau zaman) terciptanya karya sastra itu.
Jadi, menemukan amanat pada sebuah karya sastra (cerpen) selain memahami tema,
rasa, dan nada, juga dapat ditemukan melalui pendekatan teori sastra.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan adalah penelitian yang
dilakukan oleh Marfuah, (Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo) dengan judul penelitian
“Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi Akidah Akhlak Melalui
Model Jigsaw Di Mi Walisongo Jerakah Tugu Semarang”, dengan hasil penelitian
bahwa model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa-siswi
dengan bukti adanya peningkatan hasil belajar dari nilai rata-rata siswa sesuai
dengan KKM ≥ 70. yaitu pada prasiklus sebelum menggunakan model kooperatif
jigsaw nilai rata-rata hasil evaluasi 69,5 atau 69,5%; pada pembelajaran
sikulus I dengan menggunakan model kooperatif jigsaw rata-rata hasil evaluasi
75 atau 75 % dan pada siklus II rata-rata hasil evasluasi 90 atau 90%.
Yuliani (2011) dalam penelitian berjudul Peningkatan
menganalisis unsur intrinsik cerpen melalui model student teams-achievement
divisions (STAD) kelas V SDN Juwet II Kabupaten Kediri. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran menganalisis
unsur intrinsik cerpen melalui model STAD dapat meningkatkan kemampuan
menganalisis unsur intrinsik cerpen siswa kelas V SDN Juwet II kabupaten
Kediri, oleh karena itu guru disarankan agar dalam meningkatkan menganalisis
unsur intrinsik cerpen hendaknya guru menggunakan model pembelajaran yang lebih
inovatif dan mengajak siswa lebih aktif seperti model pembelajaran STAD.
Penelitian lain juga
dilakukan oleh Istiqomah (Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo) dengan judul
“Penerapan Model Pengajaran Cooperative Learning Jigsaw Dalam Meningkatkan
Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Al Quran Hadits Materi Melafalkan Surat Al
Adiyat Semester II Siswa Kelas IV MI Sarirejo Kaliwungu Tahun Pelajaran
2010/2011”. Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini menunjukkan hasil belajar
pada siklus I, siswa yang mendapat nilai > 6,5 ada 28% dan siswa yang
mendapat nilai < 6,5 ada 72%. Pada siklus II siswa yang mendapat nilai >
6,5 ada 85% dan siswa yang mendapat nilai < 6,5 ada 15%. Sedangkan keaktifan
siswa siklus I sebesar 65,71% dan siklus II sebesar 85,71% atau sudah mencapai
indicator 85%. Pada siklus I, kerjasama siswa sebesar 65% dan pada siklus II mencapai
85%. Kinerja guru pada siklus I dengan skor 31 (baik) dan pada siklus II dengan
skor 39 (baik). Kesimpulan penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif jigsaw
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV pada mata pelajaran Al Quran
Hadits materi melafalkan surat Al Adiyah, serta meningkatkan keaktifan siswa.
Dari hasil penelitian, dapat penulis sarankan kepada guru Al Quran Hadits
khususnya agar menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw sebagai salah
satu alternative model pengajaran di kelas.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut diketahui bahwa
model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan proses dan hasil belajar. Penelitian
ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Inovasi penelitian terletak pada
pembentukan kelompok heterogen yang makin mengecil jumlah anggotanya pada tiap
siklus.
C. Kerangka Berpikir
Kondisi awal
diketahui, bahwa dengan penggunaan metode ceramah kemampuan
menganalisis unsur intrinsik cerpen masih rendah (65,50). Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain: metode pembelajaran yang monoton, rendahnya partisipasi
siswa. Oleh karena itu, kemampuan menganalisis unsur intrinsik
cerpen harus
ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkannya melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pembelajaran.
Kerangka berpikir tersebut
dapat digambarkan berikut ini.
Gambar 3 Model Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
Menurut Arikunto, hipotesis dapat diartikan sebagai
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai
terbukti melalaui data yang terkumpul (Arikunto, 1989: 62).
Hipotesis tindakan yang diajukan dalam
penelitian ini ada dua.
1. Implementasi pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw diduga dapat meningkatkan aktivitas
memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti
Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016.
2. Implementasi pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw diduga dapat meningkatkan kemampuan
memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti
Kabupaten Pati tahun pelajaran 2015/2016.
BAB
III
METODE PENELITIAN
A. Bentuk
Penelitian
Berdasarkan permasalahan
yang diteliti, dalam penyusunan PTK ini digunakan metode deskriptif kualitatif.
Adapun jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas (Class Action
Research) yang merupakan studi sistematis terhadap praktik pembelajaran di
kelas dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa dengan melakukan tindakan tertentu.
Wiriaatmadja (2005: 29)
menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah salah satu jalan yang terbuka
untuk para pendidik yang ingin menambah ilmu pengetahuan, melatih paktik
pembelajaran di kelas dengan berbagai model yang akan mengaktifkan guru dan siswa,
mencoba melakukan penelitian untuk secara reflektif melakukan kritik terhadap
kekurangan dan berusaha memperbaikinya.
B. Setting Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan
pada bulan Agustus s.d. Oktober 2015
pada siswa kelas IX, SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten
Pati Tahun Pelajaran 2015/2016.
2. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP
Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati Propinsi
Jawa Tengah. Alasan mengadakan penelitian di SMP tersebut adalah sebagai berikut.
a. Pada semester gasal kelas IX, terdapat Standar
Kompetensi 7, yaitu Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku
kumpulan cerita pendek (cerpen). Standar kompetensi tersebut dijabarkan ke
dalam dua kompetensi dasar, yakni:
7.1 Menemukan tema, latar, penokohan
pada cerpencerpen dalam satu buku kumpulan cerpen.
7.2 Menganalisis nilai-nilai kehidupan
pada cerpen-cerpen dalam satu buku kumpulan cerpen
b. Pada umumnya siswa menganggap bahwa kemampuan
memahami unsur intriksik cerpen adalah pelajaran yang sulit.
c. Model yang diterapkan oleh guru kurang
bervariasi.
d. Adanya dukungan dari pihak sekolah, untuk
diadakannya penelitian dalam rangka meningkatkan prestasi belajar bahasa
Indonesia.
e. Peneliti adalah guru bahasa Indonesia di SMP
Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati.
Berdasarkan kenyataan
tersebut, dilakukan penelitian untuk memperbaiki proses dan hasil belajar memahami unsur intrinsik cerpen. Pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw diharapkan
dapat meningkatkan mutu proses dan hasil belajar.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah siswa kelas IX, SMP
Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati
Tahun Pelajaran 2015/2016. Siswa berjumlah 20 orang, terdiri atas 9 orang
laki-laki dan 11 orang perempuan. Guru yang menjadi peneliti adalah Y. Eko Joko
K., S.Pd., M. Pd. didampingi mitra peneliti atau kolaboran seorang guru bahasa
Indonesia IX, yakni Ibu Ratnaningrum, S. Pd.
D. Data dan Sumber Data
Menurut Suwandi
(2007:35), data penelitian yang dikumpulkan berupa infomasi tentang hasil
belajar, aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, serta kemampuan guru
dalam menyusun rencana pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran (termasuk
penggunaan strategi pembelajaran) di kelas.
Berdasarkan pendapat
tersebut, data penelitian ini dikumpulkan dari berbagai sumber yang meliputi:
1. Informan
atau narasumber, yaitu guru dan siswa klas IX-B SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati. Guru / Peneliti diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran menganalisis unsur
intriksik cerpen. Siswa diharapkan dapat memberikan informasi tentang tanggapan
para siswa terhadap pembelajaran unsur intriksik cerpen.
2. Tempat
dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran cerpen dan aktivitas lain
yang bertalian, berupa proses berlangsungnya pembelajaran cerpen. Sumber
data berupa tempat dan peristiwa atau aktivitas ini diharapkan memberikan
berbagai informasi tentang pembelajaran cerpen.
3. Dokumen
atau arsip antara lain berupa Kurikulum, Rencana Pembelajaran, hasil pekerjaan siswa,
dan buku penilaian yang harus dipersiapankan sebelum guru mengajar berupa silabus,
prota, promes, dan RPP serta membuat soal-soal sebagai alat evaluasi. Sumber
data ini diharapkan memberikan informasi tentang kurikulum yang digunakan oleh
guru sebagai pedoman dalam menyusun program-program pembelajaran sehingga guru
dapat membuat alat evaluasi yang jelas untuk menentukan keberhasilan siswa
dalam melaksanakan pembelajaran.
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini ada
dua instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, yaitu observasi dan tes.
a. Observasi atau Pengamatan
Pengamatan atau
observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dan
guru. Saat pengamatan berlangsung, observer membawa lembar observasi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2001:57), yang menyatakan bahwa penilaian
yang dilakukan dengan teknik pengamatan atau observasi adalah penilaian dengan
cara mengadakan pengamatan terhadap suatu hal secara langsung, teliti, dan
sistematis. Observasi juga berarti kegiatan pengamatan (pengumpulan data) untuk
memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran (Arikunto dkk, 2008:
127). Efek dari suatu intervensi (action) terus dimonitor secara
selektif. Data-data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif tentang kemajuan siswa
yang berupa nilai dan data kualitatif berupa minat atau suasana kelas terhadap
pelaksanaan pembelajaran.
Pada umumnya dalam
penelitian tindakan kelas, baik data kualitatif maupun kuantitatif dimanfaatkan
untuk menggambarkan perubahan yang terjadi: perubahan pada kinerja guru, hasil
tes siswa, perubahan kinerja siswa, dan perubahan suasana kelas.
Pengamatan
dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut.
1)
Mempersiapkan lembar observasi yang berisi
butir-butir sasaran terhadap perilaku siswa pada pembelajaran menganalisis
unsur intriksik cerpen.
2)
Peneliti melaksanakan kegiatan observasi
selama kegiatan berlangsung atau disebut observasi partisipan. Dengan observasi
partisipan ini data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai
mengetahui pada tingkat mana dari setiap perilaku yang nampak (Sugiyono,
2006:162). Dengan observasi
berperan serta (participant
observation), peneliti dapat bekerja dengan maksimal untuk mendapatkan
data-data.
3)
Mencatat hasil observasi pada lembar
observasi.
4)
Menganalisis dan mendeskripsikan data
observasi.
b. Tes
Tes
adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dengan cara-cara atau aturan-aturan yang telah ditentukan (Arikunto, 2006: 53).
Metode ini digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
Dalam
penelitian ini digunakan tes sebagai instrumen untuk memperoleh data
kualitatif. Soal tes yang dibuat sebanyak 20 butir soal pilihan ganda. Adapun
langkah-langkah penyusunan soal tes adalah sebagai berikut:
1) Peneliti mencermati silabus Bahasa Indonesia
SMP kelas IX 2015/2016.
2) Peneliti melakukan konsultasi dengan kolaborator.
3) Peneliti melakukan penyusunan soal sebanyak 20
soal tiap siklus.
2. Alat
Pengumpulan Data
Sesuai dengan teknik pengumpulan data tersebut, ada dua
alat pengumpulan data.
a. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas
belajar siswa. Adapun lembar observasi tersebut dicantumkan pada lampiran
laporan penelitian tindakan kelas ini.
b. Soal
Soal yang digunakan berjumlah 20 butir yang memuat tema,
alur/plot, penokohan, sudut pandang, latar / setting, dan nilai-nilai cerpen.
F. Validasi Data
Validitas merupakan
derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya
yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah
data yang tidak berbeda antardata yang dilaporkan oleh peneliti dengan data
yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian (Sugiyono, 2006:299).
Persoalan validitas
dalam penelitian tindakan kelas merupakan persoalan rumit. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wiriaatmadja (2008:158) yang menyatakan berikut ini.
"Masalah penelitian peneliti naturalistik seperti
peneliti Penelitian Tindakan kelas merupakan problema besar karena fenomena
yang dihadapi unik, karena karakteristik data dan proses penelitiannya berbeda,
karena konvensi yang harus diperhatikan dalam menyajikan hasil-hasil
penelitian, dan karena aturan main dan etika yang harus dipegang oleh
penelitinya."
Data dalam penelitian ini, data divalidasi
dengan membandingkan nilai tiap siklus dan antarsiklus. Nilai prasiklus
dianalisis, kemudian dibandingkan dengan nilai siklus I. dari hasil analisis
dilihat persentase kenaikannya. Demikian juga nilai siklus I dibandingkan
dengan nilai siklus II, dengan nilai siklus III
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Hasil Tes
Setelah data
yang diinginkan terkumpul, diadakan pengolahan data. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini masih merupakan data atau bahan mentah. Oleh karena itu, data perlu diolah lagi agar
dapat ditarik suatu simpulan. Dalam pengolahan data ini, digunakan metode
analisis deskriptif. Metode analisis deskreptif adalah metode pengolahan data
dengan jalan menyusun secara sistematis data yang diperoleh, sehingga didapat
suatu simpulan umum.
Analisis
pertama, dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan yang diambil, apakah
pelaksanaannya sesuai dengan yang telah direncanakan. Kedua, analisis terhadap
kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
yang didapatkan dari hasil tes. Hasil tes diolah dengan menggunakan
keberhasilan belajar secara individu dan klasikal. Penskoran hasil tes
masing-masing siswa dianalisis dengan norma absolut skala seratus. Skala
seratus adalah skala yang bergerak antara nol sampai seratus. Skala serratus
disebut juga skala persentil. Setelah mengetahui nilai masing-masing siswa,
selanjutnya secara klasikal dapat dicari nilai rata-ratanya dengan menggunakan
rumusan berikut:. Untuk mengubah persentase menjadi sebutan
kualitatif, digunakan tabel berikut.
Tabel 1 Skala Ubah Nilai Kuantitatif Menjadi Kualitatif
Nilai
|
Presentase
Ktriteria
Hasil
Belajar Siswa
|
Keterangan
|
5
|
82,6% -
100%
|
Sangat
baik
|
4
|
76% -
82,5%
|
Baik
|
3
|
62,6% -
75%
|
Cukup
baik
|
2
|
51% -
62,5%
|
Kurang
baik
|
1
|
0% - 50%
|
Jelek
|
G. Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian ini dirumuskan menjadi dua
macam.
1. Rata-rata aktivitas belajar siswa kelas IX-B Negeri 1 Dukuhseti
Kabupaten Pati minimal baik.
2. Lebih dari 85% siswa kelas IX SMP Negeri 1 Dukuhseti Kabupaten Pati
memperoleh nilai sama dengan atau di atas KKM yang ditetapkan (75).
H. Prosedur Penelitian
Secara garis besar
terdapat empat tahapan yang lazim dilalui untuk melakuan penelitian tindakan
kelas. Menurut Aqib (2008) dan Wiriaatmadja (2008), keempat hal tersebut adalah:
perencanaan (planning), aksi/tindakan (acting), observasi (observing)
dan refleksi atau (reflecting). Adapun model yang diambil ditampilkan
pada gambar berikut ini.
Gambar 4 Langkah-Langkah Penelitian Tindakan
Kelas
Gambar tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Perencanaan
adalah proses menentukan program perbaikan yang berangkat dari satu ide gagasan
peneliti.
2. Tindakan
adalah perlakuan yang dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun oleh peneliti.
3. Observasi
adalah pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas tindakan atau
mengumpulkan informasi tentang berbagai kelemahan (kekurangan) tindakan yang
telah dilakukan.
4. Refleksi
adalah kegiatan analisis tentang hasil observasi hingga memunculkan program
atau perencanaan baru.
Dari empat langkah utama
penelitian tindakan kelas tersebut, dijabarkan ke dalam tindakan yang lebih
rinci sebagai berikut.
1. Refleksi
Awal
Sebelum melakukan
tindakan dilakukan refleksi awal yang bertujuan mengumpulkan data awal mengenai
permasalahan serta kendala-kendala yang dialami oleh siswa pada saat proses
belajar. Mengetahui kelemahan metode yang diterapkan guru dalam proses
pembelajaran. Masalah yang terungkap dari hasil wawancara adalah siswa ternyata
menganggap bahwa memahami unsur intrinsik cerpen sangat sulit dilakukan karena
unsur-unsur intrinsik cerpen merupakan karya sastra yang mempunyai makna utuh.
Siswa sulit menangkap makna dibalik kata-kata sastra yang digunakan oleh
pengarang. Selain itu hal-hal dari luar lingkungan siswa yang tidak mendukung
kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik cerpen. Oleh sebab itulah guru
sebagai komentator, kritikus, dan pembimbing hendaknya mengusahakan agar siswa
tertarik, terlibat serta terinspirasi saat proses pembelajaran berlangsung.
Sesuai dengan
refleksi awal, penulis akan mencoba menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dalam memahami unsur intrinsik cerpen pada siswa kelas IX-B SMP Negeri 1
Dukuhseti Kabupaten Pati. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diharapkan
mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik cerpen.
2. Perencanaan
Untuk melaksanakan tindakan
penelitian ini diperlukan beberapa perencanaan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan
dalam perencanaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Tes
diagnotik/tes awal yang dipersiapkan berupa tes tertulis yang berbentuk esai.
Tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman siswa tentang unsur
intrinsik cerpen.
b. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang merupakan rencana program yang ditempuh
melalui proses belajar mengajar.
c. Format
observasi siswa. Format observasi adalah pedoman digunakan pada saat melakukan
pengamatan terhadap proses belajar mengajar. Format observasi berisi beberapa
pertanyaan/pernyataan yang membutuhkan jawaban melalui pengamatan langsung
terhadap proses pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
d. Tes
adalah suatu cara untuk mengadakan penelitian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga
menghasilkan suatu nilai tentang prestasi anak. Tes ini digunakan untuk
mengevaluasi kemampuan memahami unsur intrinsik cerpen melalui pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw. Tes yang digunakan berupa tes tulis yang
berbentuk pilihan ganda. Tes ini dilaksanakan setelah proses belajar mengajar
selesai/ berakhir.
3. Tindakan
Langkah-langkah konkret
pelaksanaan dari rencana tindakan penelitian kelas tersebut adalah seperti pada
skenario pembelajaran berikut.
Tabel 2 Skenario Pembelajaran Memahami Unsur Intrinsik Cerpen melalui
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
No
|
Kegiatan Guru / Peneliti
|
Kegiatan Siswa
|
1
|
2
|
3
|
Kegiatan Pendahuluan
|
||
1
|
Membuka
pelajaran dengan mengucapkan salam.
|
Siswa bersama-sama
memberi salam.
|
2
|
Menginformasikan
rencana pelajaran hari tersebut, yaitu pembelajaran memahami unsur intrinsik
cerpen melalui pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw.
|
Mendengarkan dan
memper-siapkan diri untuk mengikuti pembelajaran memahami unsur intrinsic cerpen
melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
|
3
|
Mengapersepsi
kelas dan menyam-paikan tujuan pembelajaran.
|
Menyimak tujuan pembelajaran
yang disampaikan guru.
|
Kegiatan Inti
|
||
1
|
Eksplorasi:
Memberikan
penjelasan tentang unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah cerpen.
|
Siswa
mendengarkan penjelasan tentang unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah
cerpen.
|
2
|
Memberi peluang
agar siswa bertanya apabila ada materi yang belum dipahami.
|
Siswa bertanya
mengenai materi yang belum dipahami.
|
3
|
Elaborasi:
Menjelaskan
unsur intrinsik cerpen dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
|
Siswa menyimak
penjelasan guru tentang unsur intrinsik cerpen dengan pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw.
|
4
|
Memberikan tugas
secara berkelompok untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik cerpen.
|
Bekerja secara
berkelompok membahas unsur-unsur intrinsik cerpen.
|
5
|
Memberi
bimbingan dan memantau kerja kelompok siswa dalam memahami isi unsur intrik
cerpen.
|
Bekerja secara
berkelompok membahas unsur-unsur intrinsik cerpen.
|
6
|
Menugaskan untuk
mepresentasikan hasil kerja kelompoknya.
|
Mempresentasikan
hasil kerja kelompoknya.
|
7
|
Konfirmasi:
Guru bersama
siswa menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran dan mengadakan refleksi
terhadap kegiatan pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang telah dilaksanakan.
|
Siswa
menyimpulkan dan merefleksi pembelajaran mema-hami unsur intrinsik cerpen
melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang dilaksanakan.
|
Kegiatan Penutup
|
||
1
|
Memantau dan
mengevaluasi. Dalam tahap ini guru mengetes dan memberikan nilai terhadap
pemahaman materi pelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui strategi pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw.
|
Mengerjakan tes
pemahaman materi pelajaran memahami unsur intrinsik cerpen melalui strategi pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw.
|
2
|
Memberikan tugas
untuk berlatih di rumah, agar siswa membaca cerpen yang lain.
|
Mencatat PR
|
3
|
Menutup pembelajaran dengan
salam.
|
Menjawab salam guru
|
4. Observasi
Pada
tahap ini, peneliti menempuh beberapa langkah untuk mengumpulkan data dalam
bentuk observasi dan melaksanakan tes.
a. Melaksanakan Observasi
Observasi/
pengamatan langsung adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan
mengadakan pengamatan langsung dan sistematis (Nurkancana, 1992 : 51).
Observasi sebagai data penunjang perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
keaktifan dan respon siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dalam pembelajaran memahami unsur intrinsik cerpen. Pengamatan aktivitas
siswa dalam hal ini dispesifikkan pada beberapa aktivitas belajar esensial di
kelas, yaitu :
1) aktivitas bertanya,
2) aktivitas menjawab pertanyaan guru,
3) aktivitas diskusi,
4) aktivitas mengerjakan soal,
5) aktivitas mencatat dan merangkum pelajaran.
b. Melaksanakan Tes
Tes adalah
suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak ataupun kelompok anak
sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkan laku atau prestasi anak
tersebut (Nurkancana,1992:34). Tes sebagai data utama dalam penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi atau memperoleh gambaran tentang peningkatan
kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsic cerpen melalui pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw pada akhir siklus.
5. Refleksi
Berdasarkan
data obsevasi dan hasil tes siswa dalam memahami unsur intrinsik cerpen melalui
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw peneliti melakukan refleksi.
Refleksi ini dapat menghasilkan berbagai kemungkinan. Pertama, tindakan yang hasilnya positif atau
sudah baik, dipertahankan dan yang tidak direvisi lagi. Kedua, tindakan yang
masih dirasakan menghambat atau masih memiliki kekurangan perlu ada revisi
dalam pembuatan rencana siklus berikutnya.
J. Jadwal
Penelitian
Penelitian
ini direncanakan selesai dalam tiga bulan. Sesuai dengan metode penelitian yang
diterapkan yakni dengan siklus berulang, memungkinkan langkah-langkah
penelitian tidak dilakukan secara terpisah, tetapi saling bersamaan dan
interaktif. Adapun jadwal penelitian ditampilkan dalam matriks berikut ini.
Tabel
3 Jadwal Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Bulan
|
||
Agut
|
Sept
|
Okt
|
||
1.
|
Persiapan
|
|||
a. Pengajuan Proposal
|
X
|
|||
b. Pengurusan izin penelitian
|
X
|
|||
2.
|
Tahap Pelaksanaan
|
|||
a. Perencanaan Tindakan
|
X
|
X
|
X
|
|
b. Implementasi Tindakan
|
X
|
X
|
X
|
|
c. Pengamatan
|
X
|
X
|
X
|
|
d. Refleksi
|
X
|
X
|
X
|
|
e. Analisis dan Interpretasi data
|
X
|
X
|
X
|
|
f. Perumusan hasil kegiatan
|
X
|
|||
3.
|
Tahap Penyelesaian
|
|||
a. Penyusunan kerangka laporan
|
X
|
|||
b. Penulisan laporan
|
X
|
|||
c. Revisi dan editing laporan
|
X
|
|||
d. Penggandaan dan penjilidan
|
X
|
Adiwardoyo, Winarno. 1990. Latihan Apresiasi Sastra. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.
Aminuddin. Hayati. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru.
Antara, I.G.P. 1988. Teori Sastra. Singaraja : IKIP UNUD.
Badudu, J.S, 1980 Membina
Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima.
Badrun, Ahmad 1983. Ilmu Sastra. Surabaya :Usaha nasional.
Darisman, Muh, dkk. 1998 Ayo Belajar Berbahasa Indonesia. Bogor: Yuddhistira.
Depdiknas. 2004. Pedoman
Blok Grant Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Direktorat Profesi Pendidikan Dirjen PMPTK
Depdiknas.
https://hafismuaddab.wordpress.com/tag/pembelajaran-metode-kooperatif-tipehttps://hafismuaddab.wordpress.com/tag/pembelajaran-metode-kooperatif-tipe-JigsawJigsaw.
Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw. Pusat Sains dan Matematika
Sekolah Program Pascasarjana. UNESA: University Press.
Iskandar, 2010. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada Press.
Netra, 1974. Metodologi
Penelitian. Singaraja: IKIP UNUD.
Nurgiantoro, Burhan, 1983. Sastra Anak.Yogyakarta: PT Gramedia.
Nurkancana, I Wayan & Sunartana. 1992. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha
Nasional.
Rosidi, Ajip. 1985. Minat Baca. Jakarta : Balai Pustaka.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana.
-------. 2010. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana.
Suharianto, S. 1977. Membina Para Calon Pembina Apresiasi Sastra. Yogyakarta: FKSS IKIP
Yogyakarta.
Sumardjo, 1983. Penuntun
Pengajaran Sastra. Bandung : Pelita Masa.
Slavin, Robert. 1994. Coperative Learning Teory, Research and Practise. Second Edition
Boston. Allyn and Bacon.
Sumardjo dan Saini KM. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.
Trianto, M.Pd. 2011. Panduan lengkap Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: Prestasi.
Pustaka.
Yuliani, Erna.
2011. Peningkatan menganalisis unsur intrinsik cerpen melalui model student
teams-achievement divisions (STAD) kelas V SDN Juwet II Kabupaten Kediri.
Skripsi. Universitas Negeri Malang. Tidak
Dipublikasikan.
Widya, Wendi, dkk. 2006. Bahasa Indonesia. Klaten: Intan Pariwara.
Zainudin, 1991. Materi
Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
EmoticonEmoticon